MUHAMMAD IQBAL (1877-1938)
Dinamisme dalam
Islam
A.
Hidup dan Karya Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir 9 November 1877 M, di Sialkot, salah
satu kota tertua bersejarah di perbatasan Punjab barat dan Kashmir. Ia berasal
dari keluarga miskin, akan tetapi dengan bantuan beasiswa yang diperolehnya ia
mendapat pendidikan yang lebih bagus. Nenek moyangnya berasal dari keturunan
Brahmanan yang berasal dari Kashmir yang telah menganut agama islam kira-kira
tiga abad sebelum Iqbal lahir. Ayahnya bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang
salih. Sejak menginjak usia anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya.
Pendidikan Iqbal bermula di Scottish Mission
School di Sialkot. Di sekolah inilah ia mendapat bimbingan secara intensif dari
Mir Hassan, seorang guru dan sastrawan yang ahli tentang saastra Persia dan
menguasai bahasa arab. Setelah lulus dari sekolahan ini, Iqbal melanjutkan
studinya lagi ke Lahore di Govern-ment
College yang diasuh oleh Sir Thomas Arnold. Pada tahun 1899 mendapat gelar
MA dengan konsentrasi di bidang tasawuf, yang kemudian ia diangkat langsung
menjadi dosen bahasa arab di Oriental College, Lahore. Selepas dari Government
College, ia atas saran Thomas Arnold meneruskan lagi ke Universitas Cambridge,
London.
Bidang
yang ia tekuni yaitu filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari Jamest Ward dan
seorang Neo Hegellian yaitu JE.Mac Taggart. Dua tahun kemudian ia pindah ke
Munich di Jerman, dan disinilah ia memperoleh gelar Ph.D.Ia bekerja sebagai
pengacara, dosen filsafat, penceramah di beberapa Universitas kemudian masuk di
bidang politik 1930 dan menjadi Presiden Liga Muslim. Muhammad Iqbal adalah penyair dan filosof.
Pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam yang mempengaruhi pada
gerakan pembaharuan dalam Islam. Faham dinamisme Islam yang ditonjolkan oleh
Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India.Beliau wafat pada tahun 1938 dengan usia 62 th
akibat penyakit tenggorokan yang misterius.
B.
Kerangka Pemikiran Dinamisme Islam
Muhammad Iqbal
Dalam
pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat bahwa Dunia baratlah yang harus
dijadikan model utama dalam
pemikiran islam, karena dunia barat menganut kapitalisme
dan imperealisme yang penilaiannya banyak dipengaruhi oleh materialisme
dan mulai meninggalkan agama.Menurut Iqbal hukum dalam Islam sebenarnya tidak
bersifat statis tetapi berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu
Ijtihat tidak pernah dan tidak akan tertutup.
Selanjutnya,
kemunduran Islam menurut Iqbal disebabkan adanya otoritas perundang-undangan
yang secara totalitas yang melumpuhkan perkembangan pribadi dan menyebabkan
hukum Islam praktis tidak bisa bergerak sama sekali. Menurutnya, meskipun semua
orang sunni menerima ijtihad
sebagai alat perubahan dan kemajuan, namun dalam prakteknya prinsip tersebut
dipagari dengan banyaknya persyaratan yang terlalu berat. Sehingga dikit sekali
mereka yang dapat melakukannya.
Sehingga
Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran)
ini adalah Dinamis. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan,
kekuatan, dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran
sendiri bahwa kita ini harus bangkit dari keterpurukan. Konsep sendiri inilah
yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal. Didalam diri terdiri tiga sumber lagi
yaitu serapaan inderawi, rasio, dan instuisi. Ketiga sumber terakhir ini
sekaligus sebagai penimba dan pengolahan bahan baku pengetahuan agar seseorang
menjadi tahu.
Pemikiran
Iqbal mengenai Negara misalnya, ia mengisyaratkan bahwa Negara Islam merupakan
suatu masyarakat yang keanggotaannya berdasarkan keyakinan agama yang sama, dan
bertujuan untuk merealisasikan suatu kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Dengan konsep seperti ini, ia menolak gagasan nasionalisme wilayah yang
dianggapnya bertentangan dengan persaudaraan secara universal sebagaimana yang
ditegakkan Rasulullah SAW.
C.
Tujuan dan Karakteristik Dinamisme
Islam Muhammad Iqbal
Setelah
mengetahui secara teori pemikiran Iqbal mengenai dinamisme Islam maka dapat
diambil pengertian bahwa beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pemikiran dinamisme islam adalah:
1.
Pengungkapan bebrapa prinsip-prinsip Islam
2.
Mengubah pola pemikiran manusia dari statis ke arah
dinamis
3.
Mengubah pemikiran umat islam agar sesuai dengan
perkembangan IPTEK, dan falsafah modern
4.
Mengubah pemikiran agar mau membuka pintu ijtihad
5.
Mengubah
pemikiran agar mau untuk membuka pintu Ijtihad, karena menurutnya pintu ijtihad
tidak pernah akan tertutup.
Jadi
Iqbal dengan gerakan reformasi pemikiran keagamaan dalam islam itu,
menginginkan kembalinya kejayaan bagi umat islam. Pemahaman yang benar tentang
islam, menurut Iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata bukan suatu yang
keji tetapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas.
Beberapa
karakter atau cara berfikir dinamis adalah sebagai berikut :
1.
Memilih fenomena berpikir yang kompleks
2.
Mempunyai psikodinamika yang kompleks dan mempunyai skop
pribadi yang luas.
3.
Dalam judgement-nya lebih mandiri
4.
Dominan dan lebih besar pertahanan diri
5.
Menolak superssion sebhagai komunisme kontrol
MUHAMMAD ABDUH (1849-1905)
Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan
Islam
Kondisi dunia lslam pada saat kelahiran dan besarnya
Muhammad Abduh sangat memprihatinkan. Sebagian besar masyarakat islam pada masa
itu melakukan taqlid dan mengekor saja pada para ulama sehingga bisa dibilang
Abduh hidup pada masa kejumudan. Dengan
kondisi seperti itu membuat Muhammad Abduh
bergerak untuk melakukan Ijtihad. Kejumudan umat
islam akan terselesaikan jika pendidikannya
dibenahi terlebih dahulu.
Modernisasi dalam pendidikan adalahagian terpenting
dari modernisasi sosial, ekonomi dan politik. Hal tersebut bermkna bahwa untuk
membangun danmembina masyarakat modern, maka pendidikan adalah bagian yang
sangat penting sebagai media transformasi nilai dan budaya maupun pengetahuan.
A. Hidup
dan Karya Muhammad Abduh
Muhammad Abduh
lahir pada tahun 1849 M (1265 H) di desa Mahallah Nasr, suatu perkampungan
agraris termasuk Mesir Hilir di provinsi Gharbiyah, tetai ada yang mengatakan
bahwa dia lahir sebelum tahun itu, disekitar tahun 1845 M. Ayahnya bernama Abduh
ibnu Hasan Khairillah, mempunyai
silsilah keturunan dengn bangsa Turki dan ibunya Junainah bin Utsman Al
Kabir, mempunyai keturunan dengan Umar bin Khattab.
Orang tuanya
sangat memperhatikan terhadap pendidikan Muhammad Abduh. Ayahnya bahkan
mendatangkan seorang guru untuk mengajar Muhammad Abduh secara privat
dirumahnya untuk memberi pelajaran membaca dan menulis saat usia 10 tahun (1859
M). Kemudian masa-masa hidupnya ia dedikasikan untuk belajar pada pamannya,
Syekh Darwis Khadr di Tanta dan Al Azhar. Pada tahun 1877
M studinya selesai di Al Azhar dengan hasil yang sangat baik dan mendapat gelar
alim dan kelulusannya mendapat gelar Darajah Al Tsani (amat baik). Kemudian
dia diangkat menjadi dosen ilmu kalam dan logika di Al Azhar. Selain itu, dia
mengajar ilmu kalam, sejarah, ilmu politik dan kesusateraan Arab di Universitas
Darul Ulum.
Karya-karya
Muhammad Abduh yang terkenal adalah Risalah
at-Tauhid, Nahj Al Balaghah, The Theology of Unity, Tafsir Juz ‘Amma, dan
karya monumentalnya, Tafsir Al Mannar.
B. Ijtihad
Umat islam
mengalami kejumudan (membeku, statis, berpegang teguh pada adat) tidak
mengehendaki perubahan dan tidak mau menerima perubahan ini yang menyebabkan
Muhammad Abduh menyerukan Anti Taqlid. Sikap ini pada gilirannya akan
melahirkan sikap antisipasi terhadap perkembangan sains modern.
Dalam hal
berijtihad Muhammad Abduh menekankan hanya bagi orang-orang yang memiliki
pengetahuan dan kekuatan intelektual yang boleh melakukan ijtihad, orang awam
hendaknya mengikuti ulama yang mereka percaya dan mengikuti ulama salaf. Abduh
mengajak untuk membuka kembali pintu ijtihad, bahwa agama dan ilmu tidak ada
pertentangan. Al-Qur’an bukan hanya sesuai dengan ilmu pengetahuan tetapi juga
mendorong untuk mengembangkannya. Menurut Abduh, kita harus menggunakan akal
afar tidak taqlid, taqlid biasanya dipakai dalam ilmu fikih berkaitan dengan
orang yang tidak mengetahui langsung dalil-dalil agama lalu mereka mengikuti
saja praktek keberagamaannya pada orang-orang yang patut diteladani. Taqlid
sendiri tidak boleh dilakukan dalam bidang aqidah karena aqidah merupakan
kepercayaan batin terdalam yang berfungsi sebagai fondasi dalam beragama.
Aqidah
menempatkan akal pada posisi yang istimewa, hubungannya dengan aqidah dan
syari’at, akal dapat sampai pada pengetahuan bahwa Tuhan itu ada (Maujud)
bukti-buktinya adalah eksistensi alam raya ini. Akal dapat mengetahui yang baik
dan yang buruk, manfaat maupun yang mudhlarat. Meskipun keberadaan akal sangat
luhur dan dapat mengetahui beberapa hal, tetap membutuhkan sesuatu selainnya
sebagai sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu itu adalah wahyu yang datang dari
Tuhan. Jadi wahyu turun untuk menyempurnakan akal. Menurut Abduh manusia
berbuat atas kemauannya sendiri namun daya, kemauan dan pengetahuan yang ada
pada manusia tidaklah sempurna. Artinya bahwa dalam menjalani hidup, kemauan
bebas manusia itu tidak mungkin berjalan sepenuhnya sesuai dengan apa yang
diinginkan, sebab ialah karena berbagai faktor yang berada diluar jangkauan
kekuasaannya. Kemampuan manusia dibatasi oleh kelemahan, maka berbuat bebas
disini masih terikat oleh nilai ketuhananan, bukan sebebas-bebasnya.
C. Pendidikan
Abduh adalah
seorang yang peduli sekali dengan dunia pendidikan. Menurut Muhammad Abduh
bahasa arab perlu dihidupkan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini kaitannya
dengan metode pendidikan. Para peserta didik, menurut Abduh tidak perlu
menghabiskan waktu untuk membahas gramatika bahasa yang rumit dan langsung saja
membahas makna serta analisis yang mendalam dari teks pelajaran yang dikaji.
Sawito dalam
bukunya yang berjudul Sejarah Sosial
Pendidikan Islam, mengatakan bahwa bagi Muhammad Abduh, yang harus
diperjuangkan dalam satu system pendidikan adalah pendidikan yang fungsional,
yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan.
Semuanya harus mempunyai dasar membaca, menulis, berhitung dan harus
mendapatkan pendidikan agama.
Dalam pendidkan
Abduh, siswa sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syari’at,
militer, kedokteran, atau ingin bekerja pada pemerintah, kurikulumnya meliputi
pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran, teks tentang dalil
rasional, serta teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran
islam. Latar belakang lahirnya ide-ide pendidikan Muhammad Abduh disebabkan
oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat
itu. Karena Muhammad Abduh beranggapan bahwa kejumudan pemikiran telah merasuki
berbagai bidang kehidupan seperti bahasa, syari’ah, akidah dan sistem
masyarakat.
Dalam bidang
pendidikan formal Muhammad Abduh mengarahkan pemikirannya kepada empat hal,
yaitu tujuan, kurikulum, metode pengajaran dan pemberian pendidikan pada
wanita. Untuk mengimbangi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum dia
memasukkan kurikulum ilmu-ilmu yang sebelumnya diabaikan seperti etika,
sejarah, geografi, matematika, aljabar dan ilmu ukur walaupun banyak perlawanam
pada kurikulum tersebut. Disinilah Abduh ingin menyampaikan tentang tujuan
pendidikan yaitu pendidikan agama dan umum yang berorientasi pada pencapaian
kebahagiaan melalui pendidikan jiwa dan kebahagiaan di dunia dengan pendidikan
akal.
Muhammad Abduh
merumuskan kurikulum pendidikan mulai dasar sampai atas, yaitu :
1. Tingkat Sekolah Dasar
Membaca, menulis, berhitung samapi
dengan tingkat tertentu, pelajaran agama dengan
bahan-bahan akidah menurut versi Ahl
al-Sunnah, serta fikih dan akhlak yang berkaitan hal dan hara,
perbuatan-perbuatan bid’ah serta bahayanya dalam masyarakat, dan sejarah, mencakup sejarah Nabi dan para sahabat, akhlak
mereka yang mulia, serta jasa mereka terhadap agama.
2. Tingkat Menengah
Manthiq dan dasar penalaran, akidah yang dikemukakan
dengan pembuktian akal dan dalil-dalil yang pasti, fikih dan akhlak, dan sejarah Islam yang
menyangkut dengan sejarah Nabi, sahabat dan penaklukan-penaklukan yang terjadi
dalam beberapa abad sampai pada penaklukan kerajaan Usmaniah.
3. Tingkat Atas
Pelajaran agama ditingkat ini adalah untuk golongan
mereka yang akan menjadi pendidik yang disebutnya sebagai golongan yang arif (Urafa’ al-ummat). Pelajaran yang
diberikan mereka mencakup, tafsir, hadits, bahasa Arab
dengan segala cabangnya ,akhlak dengan
pembahasan yang terinci sebagai yang diuraikan al-Ghazali dalam kitab Ihya’
Ulumuddin, ushul fikih, sejarah yang termasuk di dalamnya sejarah Nabi dan
sahabat yang diuraikan secara terinci. Sejarah peralihan penguasa-penguasa
islam, sejarah kerajaan Usmaniah dan sejarah jatuhnya kerajaan islam ke tangan
penguasa lain dengan menerangkan sebabnya, retorika dan
dasar-dasar berdiskusi, dan ilmu kalam
ASGHAR ALI ENGINEER (1939-2013)
Theologi Pembebasan
Pada
saat ini muncul lontaran pemikiran bahwa diperlukan metodologi dalam memahami
dan memahmkan agama yaitu harus ada perimbangan terhadap sisi normativitas agama
dengan tidak melupakan sisi historisitas agama.Cara pandang normativitas adalah
pemahaman agama yang lebih berorietasi pada hubungan manusia dengan tuhan dan
terfokus pada kajian teks dengan tidak mengedepankan sisi
rasionalitas.Sedangkan historisitas adalah bagaimana memahami agama dan teks
yang ada dengan melihat sisi historis yang melatar belakangi nya atau gelaja
social kultural yang melingkupinya.
A. Hidup dan
Karya
Asghar Ali Engineer dilahirkan dalam
lingkungan keluarga ulama Ortodoks Bohro pada tanggal 10 maret1939 di Sulumbar,
Rajastan (dekat udaipur) India. Ayahnya Syeikh Qurban Husein adalah serang
penganut kuat paham syiah islmaiyah.
Semenjak kecil, ia telah mendapatan pendidikan dari ayahnya mengenai bahasa
arab, tafsir, hadits, dan fikih. Kemudian ia dikirim kesekolah umu dan menyarankannya untuk
belajar teknik atau kedokteran . namun ia lebih tertarik untuk belajar teknik
sipil di fakultas teknik di Vikam University, Ujjain, India dan lulus mendapat
gelar Doktor.
Setelah lulus dari fakultas teknik
ia mengabdikan dirinya pada Bombay Municipal Corporation selama 20 tahun. Pada
tahun 1977 The Central Board Of Bohro Community mengadakan conferensi
pertamanya, dan saat itu ia terpilih sebagai sekretaris jenderal dengan suara
bulat, dan posisi itu terusdijabatnya hingga sekarang. Asghar Ali mulai dikenal sebagai
sarjana islam terkenal setelah menadapat gelar kehormatan D.Litt dari tempat
kerja nya di Universitas Calcuta pada bulan Februari 1983.
B. Theologi
Pembebasan
Ali angineer lahir pada saat kondisi
sosio politik di india tengah mengalami ketegangan antara hindu dan muslim
dalam perebutan otorites politik. Hal tiu terjadi karena dua hal yang pertama
munculnya kesadaran komunalisme pada masyarakat hindu dan muslim sebagai akibta
keberhasilan kebijakan politik fregmentasi (kebijakan politik yang memperlkukan
system pemilihan yang membagi india menjadi 2 komunitas hindu dan muslim. Yang
kedua adanya kesalahpahaman antara hindu dan muslim dimana muslim mencemaskan
bahwa pihak hindu sebagai kekuatan mayoritas akan merendahkan pihak muslim
begitu sebaliknya hindu mengganggap bahwa muslim mencari kesempatan untuk meneguhkan
kembali supremasi politik mereka.
Menurut asghar ali islam datang
dengan membawa semangat pembebasan, akan tetapi sepeninggalnya nabi Muhammad
islam seperti kehilangan elan vitalnya. Teologi islam yang awalnya dekat dengan
keadilan social dan ekonomi mulai beralih kemasalah masalah eskatologi dan
masalah yang bersifat duniawi. Dimulai pada zaman muawiyyah , teologi islam
mulai bergulat dengan masalah kehendak bebas vis a vis ketundukan pada takdir.
Ashgar juga menilai islam yang dekat
dengan penguasa ini kemudian kehilangan aspek pembebasan. Teologi islam hanya
berbicara tentang keesaan tuhan, sifat sifat tuhan, ketidak munginan adanya
tuhan selain Allah, tentang kehendak bebas dan takdir dan eskatologis. Teologi
islam tidak lagi berbicara tentang bagaimana membantu fakir miskin, memelihara
anak yatim, bersikap kritis tehadap kekuasaan, membebaskan budak dan orang
tertindas dan tema tema pembebasan lainnya.
Islam adalah agama dalam pengertian
teknisi dan social revolutif yang menjadi tantangan yang mengancam struktur
yang menindas pada saat ini didalam maupun diluar arab. Tujuan dasarnya adalah
persaudaraan yang universal kesetaraan dan keadilan social. Al-Qur’an secara
jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaaan atau
keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keesalehan.
Al-Qur’an juga memerintahkan kepada
orangorang yang beriman untuk berjuang untuk membebaskan golongan masyarakat
lemah dan tertindas.Allah memperingatkan orang orang yang memakan barang barang
yang baik agar tidak berlebihan.Karena berlebihan dapat menimbulkan murka Allah
SWT jika sebagian kecil orang kaya disuatu masyarakat mengkonsumsi barang
secara berlebihan, sedangkan yang lainnya mengalami kekurangan. Maka Allah akan
menimpakan bencana kepada masyarakat tersebut, seperti dalam Q.S.17:16. Karena
itu orangorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya harus memberikan
sebagian hartanya kepada fakir miskin.
Seseorang belumlah dikatakan
memahami ajaran islam dan menangkap intinya, jika mengesamingkan konsep
keadilan sosio ekonomi, persamaan jenis kelamin, ras dan kebebasan serta
menghargai harkat dan martabat manusia. Gagasan teologi pembebasan Ali Asghar
Engineer antara lain :
1.
Spirit pembebasan dalam islam
Teologi pembebasan dari nilai nilai islam.
Berbeda dengan Gustavo Guiterez yang tinggal menuliskan apa yang baru saja
terjadi, Asghar mencoba untuk merekontruksikan kembali apa yang terjadi
terutama pada praksis pembebasan yang dilakukan nabi Muhammad 14 abad yang
lalu.
2.
Pembebasan Dari Ketidaksetaraan Manusia
Pada zaman Nabi Muhammad dulu,
masyarakat arab dikenal fanatic terhadap suku mereka. sikap fanatisme atau
ashabiyah ini terkespresikan dengan memandang rendah orang diluar
kelompoknya.dibelahan bumi lainnya, perbudakan adalah sesuatu yang lazim.
Al-Qur’an menegaskan bahwa
sesungguhnya semua umat manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Tidak
ada yang lebih mulia satu dari lainnya berdasarkan etnis, suku ataupun warna
kulit.Kemuliaan itu hanya bisa dicapai lewat kualitas ketakwaan.
3.
Pembebasan Dari Ketidakadilan Jender
Nabi Muhammad merubah perlakuan
masyarakat terhadap anak perempuan. Jika dulu nya masyarakat arabmempunyai
tradisi menubur anak perempuannya dengan cara hidup hidup karena rasa malu,
maka Nabi kemudian melarang tradisi itu sekaligus merubah stigma negative
terhada perempuan.
Islam juga memberikan hak yang sama
bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak untuk
memimpin, hak untuk bekerja dan hak untuk terlibat aktif pada urusan public.
Asghar mengkritik Negara Negara yang mengatsnamakan islam melakukan pengekangan
hak hak perempuan.
4.
Pembebasan Ketidakadilan Ekonomi
Kata kunci keadilan adalah adl dan
qist. Adl dalam bahasa arab mengandung arti sawiyyahatau persamaan /kesetaraan.
Kata itu juga mengandung arti distribusi, jarak yang merata, kejujuran dan
kewajaran.
Yang diinginkan oleh Al-Qur’an
adalah pemerataan kekayaan.Islam melarang konsentrasi harta pada pihak pihak
tertentu.Satu praktik ekonomi yang saat itusangat dikecam adalah praktik riba
yang banyak diitafsirkan sebagai bunga. Menurut Asghar, riba adalah praktik
eksploitasi ekonomi yang harus dipahami dalam konteks system ekonomii
kapatalistik sekarang ini.
Hal yang mendasar yang dilakuan
Angineer adalah berusaha memaknai kembali atau memberi makna baru padaislam
untuk membebaskan manusia dari segalabentuk ketertindasan, kezaliman, dan
kelatarbelakangan lewat teologi. Menurut Engineer,ciri utama dari teologi
pembebasan adalah pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan secara serius
problem bipolaritas spritiual material kehidupan manusia dengan menyusun
kembali menjadi tatanan yang tidak eksploitatif, mengedapankan keadilan dan
egaliter.
SEYYED HOSSEIN NASR (1933)
Alam Pemikiran Islam Tradisional dan Kritik atas
Dunia Modern
Seyyed Hossein Nasr adalah
salah seorang pemikir kontemporer Islam terkemuka di Amerika. Nasr merupakan
pemikir Islam yang sangat penting untuk dilihat karena pertama, Nasr telah banyak memunculkan gagasan-gagasan keislaman
yang telah mewarnai khazanah intelektual Islam. Kedua, pergumulan intelektualnya berskala internasional. Nasr
adalah pemikir Islam kontemporer yang dianggap sebagai ilmuwan ahli keislaman
paling terkemuka di Amerika. Ketiga, Nasr
dikenal sebagai penulis yang produktif dan memilki minat serta menguasai keahlian
yang beragam dalam ilmu pengetahuan.
Pengaruh pemikiran Nasr
dapat dirasakan diberbagai negara Islam seperti di Malaysia, sebuah Akademi
Sains Islam yang didirikan atas inspirasi karya-karya Nasr tentang sains Islam.
Sedangkan di Indonesia pemikiran tersebut mulai diminati oleh beberapa kelompok
studi, beberapa buku Nasr didiskusikan dan diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia.
A. Hidup dan Karya
Seyyed Hossein Nasr adalah salah seorang pemikir
kontemporer Islam terkemuka di Amerika. Beliau
juga merupakan salah seorang filosof muslim terkemuka. Lahir pada tanggal 17
April 1922 di Teheran Iran. Beliau ini terhalir dari ahli bait terpelajar.
Beliau ini mendapatkan pendidikan dasar tradisional di Iran, kemudian dia
pindah ke Qum untuk mengkaji ilmu tasawuf, kalam, dan filsafat. Selanjutnya
beliau menempuh pendidikan di Massachusetts Institute og Technology (MIT) dan
Harvard University Amerika Serikat, dan selanjutnya beliau kembali ke Iran.
Pendidikan tradisional yang didapat oleh Nasr telah
membawanya untuk melihat dunia Barat modern yang saat itu sangat menarik
sekaligus mengancam. Ia memilih mempelajari sains dan terutama fisika, karena
menurutnya sains akan memnuhi keinginannya untuk mengerti akan hakikat dari
segala sesuatu yang dihadapinya. Pemikiran Nasr sangat kompleks dan
multidimensi. Sebagian orang mungkin menggolongkan Seyyed Hossein Nasr sebagai
tokoh neo-modernis mengingat kepeduliannya kepada konformitas Islam dengan
dunia modern, apalagi ia meyakini bahwa Islam mampu menjawab tantangan
spiritual dunia modern. Karakteristik lain yang dapat dilihat dari Nasr adalah
karakternya sebagai cendekiawan muslim yang dibesarkan dalam tradisi Islam
“tradisional” dan “Barat modern”. Seperti pengakuannya bahwa ia hidup dalam tension yang berlanjut.
Pemikirannya yang
multidimensional membuat karya-karya yang diproduksi oleh Nasr juga sangat
beragam. Puluhan buku, artikel, dan ensiklopedia berhasil diterbitkan atas
namanya. Antara lain yaitu, Three Muslim
Sages: Ibn-Sina, Suhwardi, dan Ibn-Arabi (1961-19620), Science and
Civillization in Islam (1968), Ideals and Reallity of Islam (1964-1965), Man
and Nature (1968), dll.
B. Tradisionalisme
Tradisi mirip dengan sebuah pohon akar-akarnya
tertanam melalui wahyu didalam sifat illahi dan darinya tumbuh batang dan
cabang-cabang sepanjang zaman. Dijantung pohon tradisi itu berdiam agama, dan
saripatinya terdiri dari barakah yang karena bersumber dari wahyu memungkinkan
pohon tersebut terus hidup. Tradisi menyiratkan kebernaran yang kudus, yang
langgeng, yang tetap, kebijaksanaan yang abadi, serta penerapan bersinambung
prinsip-prinsip yang langgeng terhadap berbagai situasi ruang dan waktu.
Para tradisionalis bersikeras untuk mengukuhkan
pertentangan antara tradisi dengan modernitas itu karena sifat modernitas itu
sendiri telah menimbulkan citra yang sama dibidang religius dan metafisika
yaitu menampakan yang setengah benar sebagai kebenaran. Islam tradisionalis
memandang manusia bukan sebagai makhluk yang terpenjara oleh akal. Signifikasi
Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran sikapnya terhadap fase
Islam.
C. Kritik
terhadap Modernitas
Peradaban Barat telah menimbulkan multi krisis, baik
krisis moral, spiritual, dan krisis kebudayaan yang dimungkinkan lebih
disebabkan corak peradaban modern insdustrial yang dipercepat oleh globalisasi
yang merupakan rangkaian dari kemajuan Barat pasca renaisans yang membawa
nilai-nilai antroposentrisme dan humanisme sekuler. Paham yang serba mendewakan
manusia dan kehidupan dunia yang sifatknya temporal.
Satu hal yang dianggap sebagai kegagalan peradaban
modern yang paling fatal ialah percobaan manusia untuk hidup dan menafikkan
keberadaan Tuhan dan agama. Teologi yang dipahami dalam konteks Barat adalah
hal yang utama bagi Kristen, berbeda dengan Islam yang menempatkan teologi
tidak sepenting hukum Islam. Nasr berkeyakinan bahwa akal dapat mendekatkan
manusia kepada Tuhan apabila akal itu utuh dan sehat. Sebagai manusia yang
telah dibimbing oleh agama, kita tidak seharusnya mencontoh apa yang menjadi
sisi negatif dari modernisasi di dunia Barat meskipun peranan modern itu lahir
dari sebuah keunggulan metodologi sains. Yang harus kita lakukan sekarang
adalah mengusahakan agar bagaimana iman, ilmu, dan teknologi senantiasa
berjalan beriringan.
Manusia modern harus kembali diingatkan dan
diarahkan kepada kesucian, Tuhan yang merupakan asal dan sekaligus pusat dari
segala sesuatu dan kepadanyalah manusia kembali. Tentulah sudah merupakan suatu
konsekuensi apabila manusia harus mengabdi kedapa Tuhan. Sebagian besar orang
Barat telah menyadari bahwa ada penyakit dalam peradaban mereka yang telah
menghanguskan fitrah manusia, hanya saja mereka merupakan pribadi yang
sebelumnya telah banyak diracuni penyakit, dan setelah itu mereka tidak tahu
untuk mengobatinya. Obat itu sebenarnya ada pada diri kita sendiri, bukan ada
pada orang diluar kita. Obat itu ada pada peradaban kita yang Ilahiyah,
Insaniyah, dan Universal.
D. Pembaharuan
ke Arah Islam Tradisi
Meskipun Nasr adalah intelektual yang berpihak
tradisi Nasr tetap menyerukan gerakan pembaharuan dalam Islam (tajdid). Akan tetapi perlu digaris
bawahi bahwa tajdid yang artinya
secara bahasa asalah “pembaruan, moderniasasi” disini diartikan sebagai upaya
mengembalikan pemahaman agama kepada kondisi semula sebagaimana masa nabi.
Namun ini bukan berarti hukum agama harus kembali seperti pada masa nabi,
melainkan melahirkan keputusan hukum syar’i dengan membersihkan dari
unsur-unsur bid’ah, khurafat dan pikiran-pikiran asing.
Menurut Nasr kalau Islam mau maju harus kembali
tradisional. Semangat pembaharuan (tajdid)
ini merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula
yang sekarang ini sudah terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler, dan
meninggalkan nilai-nilai Ilahiah dan insaniah. Pembaruan yang dilakukan oleh
Nasr adalah mengembalikan manusia pada asalnya sebagaimana telah dilakukan
manusia dalam perjanjian suci dengan Tuhannya. Nasr berpendapat bahwa pembaruan
tidak bisa hanya dilakukan dari sisi materi saja, akan tetapi juga yang paling
dasar adalah melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri, untuk kemudian ia
melakukan pembaruan terhadap realitas yang ada disekitarnya.
Nasr telah berhasil menciptakan batasan-batasan
antara Islam dan Barat, tradisi dan modernisasi, dan dengan itu semua orang
bisa memilih posisi dimana ia akan mengambil tempat.
MUSTAFA KEMAL
ATATURK (1881-1938)
Sekularisme di Turki
Tokoh utama gerakan nasionalisme Turki adalah Mustafa Kemal
Ataturk. Ia bukan sartu-satunya pemikir yang melahirkan ideology nasionalisme
Turki. Kemal Ataturk sendiri mendapatkan inspirasi
dari para tokoh sebelumnya yang merupakan inspirasi dari para tokoh sebelumnya
yang merupakan prosuk dari kebijakan reorganisasi yang reorganisasi yang di
rancang oleh Sultan Mahmud II.
A.
Biografi Singkat
Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1934, lahir di Salomika, suatu
kota yang kini menjadi salah satu kota besar di Yunani pada tahun 1881 dan
meninggal duni pada tahun 1938 di Istambul. Ia berasal dari keluarga yang taat
beragama. Ayahnya bernama Ali Reza dan ibunya bernama Zubaede Khanin. Dalam
usianya ke 14 tahun ia tamat sekolah dan melanjutlkan nkesekolah latihan
militer dan di sana ia mendapatkan pangkat sebagai kapten.
Ketika di Istambul, Mustafa Kemal dengan teman-temannya mendirikan
perkumpulan rahasia yang menerbitkan surat kabar, tulisan-tulisan dan mendukung
kritik terhadap pemerintahan sultan, kemudian ia di tangkap bersama
teman-temannya dan di penjarakan berbulkan-bulan.
Di tahun 1907 ia di pindahkan ke Salomika di staf umum. Dan
membentuk perkumpulan persatuan yang berpusat di ibu kota. Dalam perkumpulan di
Salomika, Mustafa Kemal Ataturk mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan
tentara, yang skeduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan
tersebut. Mustafa menyatakan agar Negara dan konstitusi dapat di pertahankan di
perlukan tentara yang kuat di satu pihak dan partai yang kuat di pihak lain,
tetapi tidak boleh di gabungkan.
Mustafa Kemal dan Ali Fethi akhirnya di buang ke Sofia, Ali Fethi
sebagai duta dan Kemal sebagai atase militer. Disinilah kemal berkenalan dengan
peradaban barat. Pada tahun 1920, ia telah mendirikan Nasional Assembly (Dewan
Nasional) di Ankara. Selanjutnya
Mustafda dan kawan-kawannya dari golongan nasionalis bergerak terus dan dengan
perlahan-lahan dapat mengusai situasi, sehingga sekutu terpaksa mengakui mereka
sebagai penguasa defacto dan dejure di Turki pada tahun 1923.
B.
Sekularisme
Secara etimologi sekuralisme berasal dari kata saeculum (bahsa
latin), mempunyai arti dengan dua konotasi waktu dan lokasi. Waktu menunjukan
pada pengertian sekarang atau kini, dan waktu menunjukan kepada dunia atau
duniawi. Sekularime juga memiliki arti fashuluddin anilhaya yaitu memisahkan
peran agama dari kehidupan yang berarti agama hanya mengurus hubungan antara
individu dan penciptanya. Maka secara bahasa bisa di artikan sebagai faham yang
hanya melihat kepada kehidupan saat ini dan di dunia ini saja.
Sekularisme pertama kali di temukan oleh George Jakop Holyoke pada
tahun 1864. Holyoke menggunakan istilah ini dalam arti sebagai filsafat praktis
untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari
supernatural. Secara terminologis Holyoke memaknai sekularisme sebagai paham
pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan
melahirkan pemisahan agama dari Negara dan politik.
Sekularisme menjadi sebuah paham kenegaraan yang begitu kuat
setelah masa Aufklarung yang juga kita kenal sebagai zaman pencerahan pada
kaisar abad ke 17 M.
Terdapat tiga pola sekularime pemisahan pemerintaan yaitu :
1. Pemisahan Revolusioner
2. Pemisahan Konstitusional
3. Tanpa Pemisahan
C.
Sekularime Mustafa Kemal
1.
Politik
Hal yang menojol pada revolusi Mustafa Kemal adalah bagaimana
bentuk Negara yang di inginkan, bagi Mustafa kedaulatan harus berada di tangan
rakyat. Hal ini tidak sejlan dengan fakta politik tradisional Turki yang
memandang bahwa kedaulatan itu terletak di tangan Tuhan yang di jalankan oleh
sultan atau khalifah. Ide Mustafa kemal di terima oleh Majelis Agung Nasional
pada tahun 1920. Kemudian Mustafa mengusulkan agar jabatan sultan dengan
kekuasaan temporal yang ada padanya di hapus saja untuk menghindari adanya
dualism pada kekuasaan eksekutif.
Dalam konstitusi 1921 di tegaskan bahwa kedaulatan terletak di
tangan rakyat, jadi bentuk Negara harus republik. Dan pada tahun 1923, Majlis
Nasional Agung mengambil keputusan bahwa Negara adalah republik dan Mustafa
adalah presidennya yang di pilih dan jabatan khalifah di pegang Abdul majid
masih menimbulkan kekacauan teori dan praktek.Pada tanggal 3 mare3t 1924, di
putuskan pengahpusan jabatan khalifah. Usaha Mustafa
selanjutnya adalah memasukan prinsip sekularisme dalam konstitusipada tahun
1928. Pada tahun 1937 barulah repulik Turki menjadi Negara sekuler.
2.
Pendidikan
dan kebudayaan
Pada tahun 1923, Mustafa atas nama pemerinta, memerintah untuk
membangun suatu lembaga studi islam yang di beri tugas mengkaji filsafat islam
dalam hubungannya dengan filsafat barat, kondisi praktis, ritual, ekonomi,
penduduk muslim. Tujuan lain lembaga tersebut adalah untuk mendidik dan
mencetak serta membentuk mujtahid modern, mampu menafsirkan al-qur’an, agar
umat islam Turki memperluas wawasannya lewat pemahaman agama secara lebih
terbuka dan rasional.
3.
Kemasyarakatan
Adanya kemajuan di bidang tersebut karena membawa perubahan dalam
kehidupan bermasyarakat mereka yang berhasil memperoleh kesempatan memanfaatkan
peluang-peluang baru yang muncul itu dan perubahan tersebut. Hal itu di pahami
sebagai gejala mobilisasi pada masyarakat yang mulai berkembang. Mereka
memperoleh kemajuan yang berarti mereka tidak cekatan akan tetap pada semula.
FAZLURRAHMAN
(1919-1988)
Membuka Pintu Ijtihad
A.
Biografi
FazlurRahman lahir di
Pakistan pada tahun 1919 yang tumbuh dan berkembang dalam latar belakang pendidikan tradisional hingga 39
tahun. Beliau berasal dari keluarga bermazhab Hanafi.
Pendidikannya dimulai di madrasah yang dilanjutkan ke Departemen Ketimuran
Universitas Punjab di bidang sastra Arab.Rahman mempunyai sikap kritis terhadap
sistem pendidikan tradisional sehingga ia melanjutkan studike Universitas
Oxford Inggris. Pada saat itu ia mulai mendapat kecaman dari ulama Pakistan
yang memandang negative tentang Barat. Setelah mendapat gelar doktornya ia mampu menguasai bahasa Latin,
Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, dan Arab. Setelah sempat mengajar di
Burham University, Inggris ia menjabat sebagai Assosiate
Professor of Philosophy dibidang Islamic di McGill University, Kanada.
Setelah kembali ke Pakistan,
pada tahun 1962 ia diangkat menjadi Direktur pada Institute
of Islamic Reasearch serta anggota
Advisory Council of Islamic Ideology di tahun 1964. Lembaga tersebut bertujuan untuk menafsirkan
Islam dalam term-term rasional dan ilmiah dalam menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
modern yang progresif.Sedangkan dewan penasehat untuk meninjauhukum
yang sudan dan belum di tetapkan untuk menyelaraskannya dengan
al-Qur’an danSunah. Kedua lembaga itu adalah untuk mengumpulkan bahan dalam mengajuka nundang-undang.Tugas itu berkaitan dengan menafsirkan
Islam untuk menjawab tantangan masa itu, maka gagasan yang
dikemukakan Rahman selalu mendapat serangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis
di Pakistan.Maka dari itu Rahman mengundurkan diri dan hijrah ke Chicago
untuk menjabat sebagai Guru
Besar kajian Islam di
Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of
Chicago.Dan sepanjang karier intelektualnya,
Rahman menghasilkan banyak buku, selain disertaidoktornya,
dan tidak kurangdari 50
artikel dimuat di
beberapa jurnal internasional.
B.
Neo-Modernisme
Fazlurrahman adalah seorang pembaru Islam
yang tidak sepenuhnya menjadi kaum modernis,karena tetap kritis dengan pemikiran keagamaan modernis apalagi terhadap kalangan tradisionalis dan fundamentalis.Prinsip esensia ldari modernism
adalah bentuk protes terhadap hak untuk mengkaji secara bebas sumber-sumber
Islam dan menerapkan pemikiran
modern dalam penafsirannya, tanpa menghiraukan kontruksi ajaran yang
telah dirumuskan dan diwariskan oleh para ulama serta fuqaha terdahulu.Kemunculan gerakan neomodernisme
telah modernis dan tradisionalis adalah koreksi atas gerakan sebelumnya untuk menjembatani antara arus modernism
dan tradisionalisme.
Sikap modernis menentang pemikiran tradisionalis telah mengurangi inspirasi-inspirasi intelektual
yang merupakan landasan pembentukan
Islam historis, tetapi kaum tradisionalis juga terlalu apriori terhadap ide
baru serta terlalu berorientasi pada masa lampau.Cir ipembeda neo
modernism dan modernism klasika dalah pengkajian antara barat dan warisan kesejarahan
yang mengembangkan metode tepat dan logis untuk mempelajari Al
Qur’an agar mendapat petunjuknya.Metodologi ini digunakan untuk mengakomodi rseluruh kandungan Islam
normative yang mereview,
mengkritik, dan memperbarui
Islam historis.Metodologi ini ada karena neo
modernism memandang bahwa kegagalan dalam memahami Al
Qur’an tidak hanya pada bidang hokum dan teologi,
melainkan juga pada sufisme.Metodologi tafsir Rahman adalah meletakkan ayat Al Qur’an
dalam suatu setting
sosiologinya, yaitu di lingkungan Nabi bergerak dan bekerja, serta membuat distingsi antara tujuan atau ideal
moral Al Qur’an dengan ketentuan legal
spesifiknya yang telah dirintis di
periode ini.
C.
Membuka Pintu Ijtihad
Secara formal
pintu ijtihad tidak pernah tertutup oleh siapapun juga walaupun punya otoritas yang
besar dalam islam, namun keadaan lambat laun akan melanda islam dimana seluruh kegiatan berfikir secara umumnya terhenti,
misalnya di Pakistan. Tertutupnya pintu ijtihad akan menuimbulkan akibat
negative, diantaranya :
a.
Berhentinya perkembangan fiqih dan membuat fiqih Islam
menjadi statis
b.
Umat islam menjadi statis dan tidak kritis yang
menjadikan kemunduran dan keterbelakangan umat islam
c.
Fokus perhatian umat islam berpindah dari Al Qur’an
dan sunah menjadi ke fatwa imam
madzhabnya dan pemikirannya
yang dipandangnya sebagain ash-nashnya.
Saat memahami nash AL Qur’an
dan Sunah akan dimaksudkan untuk memperkuat madzhabnya.
Rahman mempunyai pemikiran yang
berawal dari perubahan manusia yang di bandingkan dengan Al
Qur’an dan Sunah yang sifatnya permanen tidak berubah.Sehingga ia mentransformasikan hokum islam dengan perubahan hokum islam pada tataran penetapan hokum dengan mempertahankan hokum hasil istinbath yang
merupakanv isi alternative yang tidak konsekuen.
Sedangkan visi yang konsekuen adalah reformasi hukum islam, yaitu perubahan hokum islam yang
tidak hanya pada penetapan hokum tetapi juga perubahan hokum pada tataran pengambilan hukum. Sehingga diperlukan rekonstruksi metodologi hokum islam yang
mencakup konseptualisasi dasar hokum islam dan operasionalisasi konsep tersebut dalam rumusan metodik.
Konsep ushul fiqh dalam
literature kalsik adalah untuk merumuskan dalil hukums yar’i. Konsep hukum istinbat hadalah proses
pemikiran induktif atas dalil syar’i. Sedangkan konsep pemikiran hokum adalah deduktif yang menerapkan dalil syar’i terhadap kasus tertentu. Hal
menarik dari pemikiran Rahman adalah dasar hokum menurutnya adalah prinsip moral Al-Qur’an yang
mengandung implikasi konsep hokum islam sebagai semua hukum yang tidak bertentangan dengan prinsip moral
AL-Qur’an. Sementara mayoritas berpendapat bahwa hokum islam adalah Al-Qur’an (kitab Allah),
dan prinsip moral
yang identic dengan konsep maslahat di pandang sebagi tujuan bukanlah dasar. Dalam hal ini konsep ushul fiqih berorientasi konservatif-tekstual sedangkan menurut pemikiran Rahman berorientasi progresif konstektual.
D.
Metodologi Double
Movement
Metode penafsiran
double movement ini memuat dua gerakan yaitu, pertama berangkat dari situasi sekarang menuju situasi masa Al Qur’an
diturunkan dan gerakan kedua kembali lagi yaitu dari situasi masa Al Qur’an
diturunkan menuju ke masa kini yang akan mengandaikan progressivitas pewahyuan.
Gerakan pertama dalam proses
atau metode penafsiran ada dua langkah, yaitu pertama saat seorang penafsir akan memecahkan masalah yang muncul sekarang, maka penafsir harus memahami arti atau makna satu ayat dengan mengkaji situasi atau masalah historis yang
menunjukkan Al Qur’an itu jawabannya.
Langkah kedua,
menggeneralisasikan jawaban spesifik itu dan menyatakannya sebagai pernyataan yang
memiliki tujuan
moral-sosial umum, yang disaring dari ayat spesifik itu dalam gambaran latar belakang historis dan rationes logis.
Gerakan kedua, ajaran
yang bersifat umum ditubuhkan
(embodied) dalam konteks sosio historis yang
konkret di masa sekarang.Inti pemikiran Rahman adalah merumuskan visi etika Al-Qur’an yang
utuh sebagai prinsip umum dan kemudian menerapkan prinsip umum tersebut dalam kasus khusus yang
muncul pada situasi sekarang.
MOHAMMED ARKOUN (1928-2010)
Nalar
Islam
A. Hidup dan Karya
Mohammad
Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Taourito Mimoun, Kabilah sebelah
timur Aljir, Aljazair, suatu daerah yang terletak di pegunungan Berber. Pada masa mudanya Arkoun menguasai tiga
bahasa yaitu: bahasa Kabilia, bahasa Arab dan bahasa Perancis. Bahasa Kabilia
merupakan wadah penyampaian sehimpunan tradisi dan nilai pengarah yang
menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi yang sudah beribu-ribu tahun lamanya,
dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Arab adalah alat pengungkapan
dan pelestarian tradisi dalam dalam bidang keagamaan yang mengaitkan Aljazair
dengan daerah dan bangsa lain di Afrika Utara dan Timur Tengah. Bahasa Perancis
merupakan bahasa pemerintahan dan sarana pemasukan nilai dan tradisi ilmu Barat
yang disampaikan melalui sekolahan-sekolahan Perancis yang didirikan oleh
penguasa penjajah dalam jumlah yang relatif besar di daerah Kabilia.
Arkoun
melanjutkan studi bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir (1950-1954),
sambil mengajar bahasa arab pada sebuah sekolah menengan atas di Al-Harach.
Pada tahun (1954-1962) Arkoun melanjutkan stidi bahasa Arab dan sastra Arab di
Universitas Sorbone, Paris. Pada tahun (1956-1959) memberi kuliah di
Universitas Strasbourg. Pada tahun 1961 di angkat sebagai dosen di Universitas
Sorbone sampai tahun 1969, pada tahun 1970-1972 mengajar di Universitas Lyon dan
menjadi guru besar di Universitas Sorbone.
Perjalanan
panjang hidupnya sebagai scholar Islam ditandai dengan terbitnya karya-karyanya
sebagai penerbit pertama yang menggunakan bahasa Peracis.
B. Kritik Nalar
Islam
Studi sastra dan pemikiran Islam
yang Arkoun tekuni baik melalui ceramah atau tulisan memiliki tujuan untuk
memadukan antara unsure pemikiran Islam dan pemikiran Barat modern. Yang ingin
dihargai dan dipertahankan dalam pemikiran Islam adalah semangat keagamaan dan
tempat penting yang diduduki angan-angan sosial dalam masyarakat Muslim.
Sedangkan aspek negatif pemikiran Islam yang hendak dilampaui yaitu kejumudan
dan ketertutupan yang telah terjadi di dalamnya dan menghasilkan pelbagai
penylewengan dalam bidang sosial dan politik.
Menurut Arkoun, umat Islam sebagian
besar dapat dikatakan belum beranjak dari pembahasan teologis-dogmatis yang
sifatnya kaku dan tidak dapat diperdebatkan lagi.[9] Istilahnya umat Islam
masih terkungkung dan berpegang teguh dengan dogma-dogma agama yang sudah tidak
diperkenankan untuk mengutak-atiknya, dengan alasan dogma tersebut dianggap
mutlak kebenaranya. Hal demikian mengakibatkan pemikiran umat Islam menjadi
stagna. Untuk itu Arkoun menyarankan
agar umat Islam bersedia melakukan pembahasan secara ilmiah dan terbuka dalam
mempelajari dan mengungkapkan etika ajaran Al-Qur’an yang tidak dapat
dilepaskan dari konteks sejarah.
Adapun dari pemikiran Barat modern,
Arkoun ingin mengambil rasionalitas dan sikap kritisnya yang memungkinkan untuk
memahami agama dengan cara yang lebih mendalam dan membongkar ketertutupan dan
penylewengan. Melalui perpaduan tersebut, Arkoun ingin menciptakan suatu
pemikiran Islam yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi Muslim di dunia
modern, dan menjadi sarana emansipasi manusia.
Dalam melakukan “kritik nalar Islam”
ini, Arkoun menggunakan metode kritik sejarah, Arkoun melihat perlunya metode
kritik untuk membaca sejarah pemikiran Arab-Islam. Dengan historisme
dimaksudkan untuk melihat seluruh fenomena sosial dan budaya melalui perspektif
historis, bahwa masa lampau harus dilihat menurut strata historikalnya. Studinya atas teks-teks klasik
adalah untuk mencari makna lain yang tersembunyi di balik teks-teks itu. Dengan
kata lain, untuk menuju rekontruksi (konteks), harus ada dekontruksi (teks),
dalam teks-teks ini Arkoun mengacu pada pandangan Francouis Furet. Arkoun
menggunakan metode ini untuk diterapkanya terhadap al-Qur’an, yaitu bagaimana
memahami Al-Qur’an secara kritis dan mendalam dari pelbagai segi.
C. Dekontruksi
Dekontruksi
adalah suatu kritik dari dalam sebagai upaya mengungkap aneka ragam atau
sebelumnya tidak Nampak dan tidak dikatakan dalam teks. Teori dekonstruksi dalam pemikiran
Arkoun diadopsi dari Jacques Derrida, seorang filosof postmodern Perancis.
Menurut teori dekonstruksi, teks (termasuk teks agama) merupakan simbol yang
tidak mengandung makna utuh tapi menjadi area pergaulatan yang terbuka.
Arkoun
yang menggunakan dekonstruksi Derrida itu tidak sepakat dengan konsep oposisi
binner. Ia membongkar konsep tersebut, alasannya yang pertama subjek dianggap
superior sedangkan yang kedua objek hanya representasi palsu dari kebenaran
atau sesuatu. Dekonstruksi
pertama-tama dialamatkan kepada konsep wahyu yang berlanjut kepada fenomena
tradisi Islam dan konsep-konsep lain yang berkaitan dengannya.tradisi dan
metodologinya bagi Arkoun adalah produk imajiner sosial.
D. Kritik
Historis-Antropologis
Konsep historitas, Arkoun mengatakan
bahwa pendekatan historitas, sekalipun berasal dari Barat, namun tidak hanya
sesuai untuk warisan budaya barat saja. Pendekatan tersebut dapat diterapkan
pada semua sejarah umat manusia dan bahkan tidak ada jalan lain dalam
menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Strategi
terbaik untuk memahami historisitas keberadaan umat manusia ialah dengan
melepaskan pengaruh ideologis. Jika strategi ini digunakan, maka umat Islam
bukan saja memahami secara lebih jelas masa lalu dan keadaan mereka saat ini
untuk kesuksesan mereka di masa yang akan datang, namun juga akan menyumbang
kepada ilmu pengetahuan modern.
Mohammed Arkoun adalah orang yang secara tuntas
mencoba menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Untuk kepentingan
analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeunitika dari Paul Ricour, dengan
meperkenalkan tiga level tingkatan wahyu :
1.
Wahyu sebagai firman Allah yang tak
terbatas dan tidak diketahui oleh manusia, yaitu wahyu Al-Lauh Mahfudz dan Umm
Al-Kitab.
2.
Wahyu yabg nampak dalam proses
sejarah. Berkenaan dengan Al-Qur’an, hal ini menunjuk pada realitas firman
Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad selama
kurang lebih dua puluh tahun.
3.
Wahyu sebagaimana tertulis dalam
Mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk
pada Mushaf Al-usmani yang dipakai orang –orang Islam hingga hari ini.
4.
Mohammmed Arkoun membedakan antara periode pertama dan
periode kedua. Menurut Arkoun, dalam periode dikursus kenabian, Al-Qur’an lebih
suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk
tertulis. Sebabnya Al-Qur’an terbuka untuk semua arti ketika dalam bentuk
tulisan telah berkurang dari kitab yang diwahyukan menjadi sebuah buku biasa. Arkoun
berpendapat bahwa mushaf itu tidak layak untuk mendapatkan status kesucian.
Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah status sebagai
firman Tuhan. Dua konsep pemikiran Mohammed Arkoun yang liberal di atas yaitu
dekonstruksi dan historitas telah membuat paradigma baru tentang hakikat teks
Al-Qur’an. Pendekatan historitas Mohammed Arkoun justru menggriringnya untuk
menyimpulkan sesuatu yang historis, yaitu kebenaran wahyu hanya ada pada level
diluar jangkauan manusia. Mohammed Arkoun mengakui kebenaran Umm Al-Kitab,
hanya ada pada Tuhan sendiri. Ia juga mengakui kebenaran dan kredibilitas
bentuk lisan Al-Qur’an, tetapi bentuk tersebut sudah hilang selama-lamanya dan
tidak mungkin ditemukan kembali.
MUKTI
ALI (1923-2004)
Metode Memahami Agama
A.
Pengantar
Di awal tahun 1970an banyak orang yang memiliki keraguan dan tanda tanya
yang muncul mengenai penelitian agama. Hal ini diperkuat dengan munculnya
pertanyaan besar apakah agama (khususnya Islam) mampu diteliti secara empiris. Pertanyaan besar
ini sebagian besar muncul berdasarkan
orang – orang yang menggunakan positivisme sebagai landasan berfikir. Namun ditahun 1970-an pula Mukti Ali yang
kini kita kenal sebagai founding fathers of religion comparatives study
telah mengenalkan bahwa agama kini telah mapan dan mampu diteliti secara
ilmiah.
Saat awal pembentukannya, di awal 1960an memasuki tahun 1970an menurut
Mukti Ali, keadaan ilmu agama khususnya ilmu agama Islam di Indonesia sangatlah
lemah. Hal ini diakibatkan beberapa faktor yaitu:
a. Kurangnya bacaan ilmiah
b. Kurangnya aktivitas dan kegiatan penelitian secara ilmiah
c. Kurangnya diskusi akademis serta
d. Masih rendahnya penguasaan terhadap bahasa asing.
B.
Dasar Pemikiran Mukti Ali
Dasar Pemikiran Mukti Ali lebih cenderung toleran dan liberal merupakan hasil
dari pemikiran barat yang dijadikannya landasan berfikir. Banyak masalah
yang timbul di suatu negara yang disebabkan oleh adanya kemajemukan ini. solusi
yang dibutuhkan oleh bangsa ini ialah sikap saling toleransi demi memelihara kerukunan.
Era Orde Baru merupakan tahap pijakan bagi pembangunan Bangsa Indonesia. Dalam
rangka pembangunan tersebut tentunya banyak sekali tantangan yang dihadapi.
Salah satunya kerukunan beragama. Kerukunan beragama merupakan isu penting yang
sulit ditanggulangi dan bersifat sensitif.
Sebagai pejabat
yang menduduki kursi kementerian, Mukti Ali mampu mengimplementasikan pemikiran
– pemikirannya mengenai banyaknya persoalan agama yang terjadi pada saat itu. Dalam posisinya sebagai Menteri Agama di Era Orde Baru, dirinya mendapat
amanat dari Presiden Soeharto agar mampu merangkul masyarakat dari seluruh
lapisan komunitas beragama Indonesia untuk mensukseskan pembangunan saat itu. Bersamaan
dengan itu kebijakan untuk membangkitkan pembangunan melalui kehidupan beragama
diperbaiki dengan menumbuhkan keharmonisan hubungan antar umat beragama.
C.
Metode Studi
Islam Mukti Ali
Metode menurut
Koentjaraningrat adalah suatu hal yang terdapat dalam aspek keilmuan yang
dilekatkan pada masalah sistem, dalam makna metode (Methodos) dapat dipahami
sebagai sehubungan upaya ilmiah yang menyangkut masalah kerja yang digunakan
untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dengan kata
lain, metode dapat dipahami sebagai suatu upaya yang berkaitan dengan cara
kerja sistematis yang bersifat ilmiah untuk mencapai pemahaman. Dalam
mempelajari studi agama, Mukti Ali memiliki beberapa metode, diantaranya:
a.
Pendekatan sosio-historis
Pendekatan ini
merupakan perpaduan antara aspek sosiologi dan sejarah yang melekat di dalam
penggunaannya. Dalam hal ini, Mukti Ali melihat aspek sosial pada suatu
masyarakat sangat penting untuk digunakan didalam pendekatan studi agama.
Selain itu terdapat pula aspek historis yang menjadi bagian lain di dalam
pendekatan ini. aspek historis digunakan Mukti Ali untuk melihat suatu fenomena
berdasarkan sisi sejarahnya.
b.
Pendekatan Tipologi
Dalam memahami
studi agama, Mukti Ali menawarkan pendektan tipologi ini yang tentunya dapat
diterapkan dalam studi Islam yang didalamnya berisikan lima aspek dalam
mengidentifikasinya, yaitu: aspek ketuhanan, aspek kitab suci, aspek kenabian, aspek kondisi kejayaan nabi,
dan aspek orang-orang terkemuka.
c.
Pendekatan Scientific cum Doctrine
Dalam
pendekatan ini, Mukti Ali ingin menerapkan metode ilmiah yang disatukan dengan
doktrin atau ajaran – ajaran yang terkandung dalam suatu agama, khususnya dalam
studi Islam. Dalam hal ini, Mukti Ali ingin mencoba menerapkan agar metode
ilmiah dapat dijadikan alat untuk meneliti suatu agama.
HARUN
NASUTION (1919-1998)
Islam Rasional
Pemikiran
rasional berkembang pada zaman Klasik islam,sedangkan pemikiran tradisional
berkembang pada zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M). Pemikiran Rasional
dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti
terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits. Kalau di Yunani berkembang pemikiran
rasioanal yang sekular, maka dalam islam
klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis, pemikiran ulama sians dan
pemikiran ulama filsafat.
Harun
Nasution adalah seorang intelektual muslim yang sangat rasionalis,maka dari itu
dia berusaha membawa umat islam indonesia ke arah rasionalitas yang terlalu
didominasi oleh paham jabariyah(sangat tergantung pada takdir), dan kurang
menghargai kapasitas akal(rasio) untuk melakukan ikhtiar dalam perubahan nasib.
A.
Hidup dan Karya
Harun Nasution lahir di Pematang
Siantar,Sumatra Utara, 23 September 1919. Ia merupakan putra keempat dari Abdul
jabbar Ahmad, ulama dan pedagang, menjadi kadi dan penghulu di Pematang
Siantar. Pendidikan harun di mulai di sekolah belanda HIS pada usia 7 tahun. Lalu belajar bahasa
dan ilmu pengetahuan umun di Hollansch inlandceh School(HIS) lalu melanjutkan
di Moderne Islamietische Kweek School (MIK) lalu melanjutkan ke Arab saudi dan
mengenyam di pendidikan Al-Azhar Mesir Fakultas Ushuluddin lalu pindah ke
Universitas Amerika di Kairo dan mendalami ilmu Pendidikan dan Ilmu sosial.
Dalam dunia politik belaiu mengawali
karir sebagai pegawai di Departemen Dalam Negeri dan menjabat sekretarias
kedubes Indonesia di Brussel setelah itu beliau mundur dan kembali ke Mesir di
bawah bimbingan ulama fikih terkemuka di mesir Abu Zahrah. Pada tahun 1962 ,
Beliau melanjutkan studinya di Universitas McGill Kanada, dan disinilah Harun
menemukan apa yang diinginkan. Harun mendapatkan gelar dengan disertainya
berjudul “The rice of Ideology,The Movement for Its Creation and the Theory
of the Masyumi” dan setelah itu mendapatkan gelar lagi Ph.D dengan berjudul
“Posisi Akal dalam pemikiran Teologi Muhammad Abduh”.
Pada tahun 1953 ia kembali ke
Indonesia dan bertugas di Departemen Luar Negeri bagian Timur Tengah. Pada
tahun 1969 Harun Nasution menjadi Dosen IAIN dan IKIP jakarta , dan merangkap
jabatan Rektor pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 11 tahun dan tahun
1973-1984.menjadi ketua Lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta, dan sejak tahun
1982-1997 menjabat sebagai Dekan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Beberapa karyanya dalam bentuk buku diantaranya adalah:
a.
Muhammad Abduh dan Teologi Rasional
Mu’tazilah.
Menyebutkan bahwa corak pemikiran
Teologi yang dikembangakan Abduh, sangat oleh Teologi Mu’tazilah, Harun
berpandangan pemikiran seperti ini harus dikembangkan di dunia Islam.
b.
Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution.
Buku ini membahas tentang
permasalahan sosial dipandang dari sudut Islam Secara tidak langsung, juga
membahas respon masyarakat kontempore dan perkembangan zaman.
c.
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya
Menjelaskan bahwa islam itu begitu
luwes serta mampu menjawab tantangan zaman dan islam tidak hanya dapat di
pahami pada satu aspek.
d.
Teologi Islam, Aliran-Aliran sejarah Analisa
Membahas tentang pemikiran teologi
yang pernah ada dan berkembang dalam Islam juga penjelasan berbagai aspek teologi menurut aliran-aliran tersebut.
e.
Filsafat dan Mistisme dalam Islam
Membahas tentang tasawuf dan
kronologis lahirnya dalam Islam.
B.
Islam Rasional
Akal
dalam bahasa Yunani berati nouns sedangkan dalam bahasa arab
al-aql yang berati daya fikir, yang memakai otak sebagai alat untuk berfikir.
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional (650-1250 M) lalu
kemudian pemikiran tradisional (1250-1800 M). Pemikiran tersebut dipengaruhi
oleh persepsi tentang bagaimana kedudukan akal seperti terdapat pada Al-Qur’an
dan Hadits.
Pemikiran rasional agamis dalam
pendekatanya terhadap Islam diusahakan sesuai dengan pendapat akal dengan
syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut(Al-Qur’an dan Hadits). Dalam
ajaran Islam pemakaian akal memang tidaklah diberi kebebasan mutlak sehingga
pemikir Islam tidak dapat melanggar garis-garis yang telah ditentukan Al-Qur’an
serta Hadits.
1.
Pendekatan Rasional Harun Nasution
a.
Agama Rasional Landasan Pandangan Dunia dan Moral Islam.
Rasionalisme islam yang tergambar
dalam Al-Qur’an dan Hadits mencangkup aspek ibadah dan muamalah, sebagai mana
Abduh membagi ajaran islam menjadi ajaran dasar bukan dasar. Ajaran dasar
mencangkup Al-Qur’an dan Hadits, yang kemudian di dalamnya mencangkup
pengabdian terhadap Allah dan muamalah atau kemasyarakatan. Dan ajaran bukan
dasar adalah ibadah yang merupakan latihan spiritual dan moral dalam usaha
membina manusia agar berbudi luhur dan memiliki keseimbangan.
b.
Teologi Rasional Landasan Pembaharuan dan Pembangunan Umat.
Harun merujuk pada tradisi pemikiran
teologi Mu’tazilah dan pemikir pembaharu lainya yang berfaham qadariyah.
Menurut Harun teoloogi mu’tazilah mengadopsi faham Sunnatullah dengan
ciri-ciri: 1) kedudukan akal yang tinggi. 2) kebebasan manusia dalam kemauan
dan perbuatan, 3) kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran
dasar(Al-Qur’an dan Hadits) yang sangat sedikit sekali jumlahnya, 4) percaya
akan adanya Sunaatullah dan Kausalitas, 5) mengambil arti metamorfosis dari
teks wahyu, 6) dinamika dalm bersikap dan berfikir.
c.
Masyarakat Rasional Landasan Aspirasi Sosial Politik dan
Hubungan antar agama.
Tujuan politik isalm yakni membentuk
negara berdasarkan Islam. Aspek politik sangat kental sekali dalam pembangunan
umat. Dalam menciptakan stabilitas politik salah satu usahanya menjaga hubungan
antar agama. Menurut Harun hal yang dapat di upayakan adalah membentuk lembaga
agama yang tujuanya antara lain; 1) berusaha menyelesaikan problem sosial dalam
masyarakat, 2) memberikan bimbingan keagamaan kepada msyarakat, 3) bersama
memperkokoh kedudukan agama yang tealh mulai goyah dalm masyarakat modern.
d.
Budaya Rasional Landasan Perkembangan Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan.
Besarnya peran pendidikan maka tak
ayal salah satu wadah membentuk msayarakat yang rasional adalah dengan
pendidikan. Dalam pendidikan dan pengajaranm, budaya tradisional seperti
menitik beratkan pada hafalan diganti dengan sistem diskusi dan seminar yang memnungkinkan
terjadinya dialog yang kemungkinan menumbuhkan sikap kritis dan terbuka
terhadap beberapa pemikiran yang
diformulasikan oleh para pemikir dan intelektual islam baik klasik maupun
kontemporer.
NURCHOLIS
MADJID (1939-2005)
Islam
Kontemporer Indonesia
Pada awal abad 20 disebagian kalangan
intelektual muslim terpelajar timbul kesadaran untuk membawa ummat islam kepada
tingkat kemajuan sebagaimanayang pernah dicapainya di abad klasik, dan
sekaligus mampu mengahdapi tantangan di era modern.
Salah satu tokoh yang ingin membuat hal
itu mungkin terjadi adalah nur cholis madjid beliau ini salah tokoh pembaharu
yang terkenal dalam dunia islam, dan gagasan yang paling fenomenal dalam
dirinya adalah pernyataan “islam yes, partai islam No”, pernyataan tersebut
hingga kini masih banyak di perbincangkan orang. Gagasan tentang pembaharuan
pesantren adalah merupakan bagian dari cita-cita modernisasinya.
A.
Hidup dan Karya
Prof. Dr. Nurcholish Madjid atau
populer dipanggil Cak Nur lahir
di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, wafat 29 agustus 2005 akibat penyakit
sirosis hati yang dideritanya. Pada sekitaran tahun 1967-1969 beliau menikah
dengan Omi Komariah dan dikaruniai 2 anak yaitu Nadia dan Mikael. Dia adalah
seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Ide dan gagasannya
tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat
banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.. Ia dibesarkan di
lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya,
KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi.
Nurcholis madjid pada masa mudanya
banyak menghabiskan waktunya diPesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa
Timur, selama 5 tahun sejak 1955 sampai 1960,
dan melanjutkan ke Pesantren Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur
selama 5tahun pada 1960-1965, lalu melanjukan pendidikan di IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, pada 1965- 1998 dan mengambil progam studi Sastra
Arab, melanjutkan mengambil gelar doktorandus
di tepat yang sama IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968- selesai. Beliau
mendapat kesempatan melanjutkan The University of Chicago (Universitas
Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada 1984 (Ph.D, Studi Agama
Islam) Bidang yang diminati Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam,
Kebudayaan Islam, Politik dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara
berkembang.
Pekerjaan Nurcholis Madjid adalah
Peneliti, Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta pada
1978–1984, Peneliti Senior, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta
pada 1984–2005, Guru Besar, Fakultas Pasca Sarjana, IAIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta 1985–2005, dan Rektor, Universitas Paramadina, Jakarta, 1998–2005. Karir-karir yang pernah dicapainya
adalah Anggota MPR-RI pada tahun 1987-1992 dan 1992–1997, Anggota Dewan Pers
Nasional pada 1990–1998, Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta pada tahun 1985–2005
beliau jugalah yang mendirikan paramadina pada tahun 1986, dan beliau jugalah
yng menjadi ketua rector sampai akhir hayatnya. Menjadi Fellow, Eisenhower
Fellowship, Philadelphia, Amerika Serikat pada 1990. Anggota Komnas HAM pada
1993-2005. Profesor Tamu, Universitas McGill, Montreal, Kanada pada 1991–1992.
Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada
1990–1995. Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996. Salah satu Penerima Cultural
Award ICM pada 1995, dan menjadi salah satu Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta
1998.
Karya-karya
Nurcholis Madjid, antara lain: The issue of modernization among
Muslim in Indonesia, a participant point of view dalam
Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia Culture (Athens, Ohio, Ohio
University, 1978), “Islam In
Indonesia: Challenges and Opportunities” dalam Cyriac K. Pullabilly, Ed.
Islam in Modern World (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982), “Islam Di Indonesia: Tantangan dan Peluang” dalam
Cyriac K. Pullapilly, Edisi, Islam dalam Dunia Modern (Bloomington, Indiana:
Crossroads, 1982), Khazanah
Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987, 1988), dan lain-lain.
B.
Islam Kontemporer
Pemikiran Nurcholish Madjid
dipetakan dalam konstruksi kesatuan gagasan tentang keislaman, keindonesiaan,
dan kemodernan. Bentuk pemikiran Nurcholish Madjid adalah dialektika antara
nilai universal dari sebuah ajaran Islam dengan nilai-nilai asli budaya
Indonesia dan nilai-nilai kemodernan.
Pemikiran Cak Nur dalam upaya
kontekstualisasi Islam dengan nilai keindonesiaan : mengenai terjemahan kalimat
“Laa ilaaha illallah”. Pemikirannya mengenai masalah kemodernan : bahwa
Islam tidak menentang isu-isu modernitas tetapi juga mendukung modernisasi.
Pemikiran tentang modernisasi tidak lepas dari upaya menjinakkan atau
mengadopsi nilai-nilai pada zaman modern seperti rasionalisasi, sekularisme,
liberalisme, dengan ajaran Islam.
C.
Theologi
Konsep Kemaha-Esa-an Tuhan : kitab
suci menjelaskan bahwa dalam setiap agama, Tuhan telah mengutus seseorang untuk
menyampaikan ajaran ajaran-Nya yaitu mengenai penyembahan hanya kepada Tuhan yang
Maha Esa. Menurut Nurcholish Madjid terdapat persamaan pada ajaran yang dibawa
Nabi yaitu sama-sama berasal dari Tuhan yang Maha Esa, dan terdapat perbedaan
pula mengenai respon Nabi tentang tuntutan zaman dan tempatnya pada waktu itu.
Namun Nurcholish Madjid mengingatkan
bahwa bukan berarti Islam memandang bahwa semua agama adalah sama, tetapi
memberi pengakuan kebebasan menjalankan agama masing-masing. Mengenai misi
agama yang dibebankan pada para penganut Nabi ialah harus diberlakukan dengan
semangat saling menghormati, menghargai dan toleransi.
D.
Islam Agama Universal
Islam : persaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Menurut Nurcholish Madjid Islam bersifat universal dan dan
berlaku sepanjang waktu dan tempat. Namun kekuatan dari keagaaman tersebut tidaklah
mutlak, dilihat dari seberapa kuat relevansinya dengan tuntutan zaman dan
tempat. Menurut Nurcholish Madjid perlu adanya pembaharuan dengan tetap
mempertahankan unsur-unsur positif dan membuang unsur-unsur negatif.
E.
Pluralisme
Sistem
nilai plural adalah sebuah aturan Tuhan (sunnantullah)
yang tidak mungkin berubah, diubah, dan diakhiri. Pluralisme menurut pandangan
islam merupakan bagian dari doktrin al-Qur’an. Pluralisme dalam pandangan Isla
memiliki dasar keagamaan yang kuat dalam kitab suci.
Yang
menjadi dasar pemikiran nurcholis majid mengenai pluralisme ialah surat
Al-Baqoroh ayat 148. Ia mengatakan bahwa setiap komunitas memiliki tujuan hidup
masing-masing. Karena itu kita harus bisa bertoleransi antara satu dengan yang
lain sehingga masing-masing individu bisa menjalani kehidupannya menurut
keyakinan masing-masing.
Pluralisme
tidak dapat hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk,
beranekaragam, terdiri dari beberapa suku dan agama, itu hanya menggambarkan
kesan pragmentasi. Itu hanya memberikan kesan bahwa kita terpecah tidak ada
pengerian bahwa keanekaragaman harus dipandang dalam ikatan kewarganegaraan.
Menurut nurcholis madjid bahwa semua agama yang ada, pada mulanya menganut
pinsip yang sama yaitu keharusan manusia untuk berserah diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa, maka agama-agama itu, baik karena dinamika internalnya sendiri atau
persinggunganya satu sama lain akan secara berangsur-angsur menemukan
kebenaranya sendiri. Dan akan bertumpu pada satu titik , dala al-Quran dnamakan
kalmah samawa.
Semua
agama dalam esoteric disatukan dengan kebajikan universal, yang menjadkan semua
agama sama-sama memilik pandangan dasar yang sama tentang realitas yang
absolut. Nurcholish Madjid dalam pluralisme
adalah sikap beragama yang inklusif,
yang disebut dengan Al-hafiyyah
Al-sunnah. Sikap keagamaan seperti ini sangat dimungkinkan dpat menjadi
jalan keluar problem pluralisme. Pluralisme yang memandang secara positif-optms
terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan
berbuat baik sebaik mungkin berdasarkan kenyatan itu.
ABDURRAHMAN WAHID (1940-2009)
Islam
Kosmopolitan
A.
Hidup dan Karya
Indonesia menduduki suatu peran yang cukup signifikan,
Abdurrahman Wahid dilahirkan pada tanggal 7 september 1940 di Denanyar Jombang,
salah satu kabupaten di Jawa Timur dan meninggal pada tanggall 30 Desember
2009. Gus Dur lahir dari keluarga pesantren yang kharismatik, ayah beliau KH.
Abdul Wahid Hasyim adalah putera tokoh terkenal KH. Hasyim Asy’ari. Sedangkan
ibunya Ny. Hj. Sholeha yang merupakan puteri KH. Bisri Syamsuri salah satu
pendiri NU. Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal sebagai Gus Dur sering diangap
orang nyleneh (aneh). Sosoknya sering berbeda pendapat dengan orang pada
umumnya. Dia selalu membela orang-orang minoritas meski akibatnya ia sendiri mendapat hujatan dari orang banyak.
Sejak kecil membaca merupakan
kegemarannya. Abdurrahman Wahid muda sudah membaca buku sekelas Das Capital karys dari Karl Marx, buku
filsafat Plato, novel-novel William Boechner, bahkan buku What Is To Be Done karya komunis Vladimir Illyich Lenin. Mungkin
karena kegemarannya dalam membaca buku-buku inilah yanng menjadikan ia bersifat
pluralis dan multikultural. Sebagai
seorang yang lahir dari keluarga kiai yang berpengaruh tentu ia tidak akan
lepas dari dunia pesantren. Hgal yagn menarik ialah kegemarannya dalam membaca
literatur-literatur barat, yang sangat tabu di dunia pesantren, bahkan dinilai
kontroversial dengan keilmuan di pesantren.
B.
Corak Pemikiran Abdurrahman Wahid
Titik tolak pemikiran Gus Dur yaitu dengan
mengkritik modernisme yang diuniversalkan dengan menggunakan pisau
tradisionalisme Islam. gaya pemikirannya yang mempertahankan tradisi Islam
pesantren terbukti dengan pemikirannya mengenai universalisme dan Kosmopolitan
peradaban Islam. Dalam persoalan universalisme islam, beliau tidak
merujuk pada Al Qur'an atau hadis seperti yang sering digunakan kelompok Islam
modernis, tetapi merujuk pada teori dalam ushul Al fiqh yang disebut dharuriyat
Al khamsah.
Kelima hal dasar itu adalah hifz ad Din yaitu
tentang keselamatan keyakinan agama masing-masing,tanpa ada paksaan untuk
berpindah agama. Kedua, hifz Al nafs yang dimaknai sebagai keharusan
keselamatan fisik dari tindakan badani di luar ketentuan hukum. Ketiga hifz al
aqli yaitu pemeliharaan atas kecerdasan akal. Keempat, hifz Al nasl yaitu
keselamatan keluarga dan keturunan. Dan yang terakhir adalah hifz Al mal yaitu
keselamatan hak milik, properti dan profesi dari gangguan dan penggusuran di
luar prosedur hukum.
Dengan demikian, bagi Gus Dur universalisme islam
itu tercermin dalam ajaran-ajarannya yang mempunyai kepedulian terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang dibuktikan dengan memberikan perlindungan pada
masyarakat dari kezaliman dan kesewenang-wenangan. Atas
makna yang demikian, konsep universalisme islam menjadi terbuka dengan berbagai
kemungkinan perkembangan modern. Islam juga menjadi agama yang terbuka sehingga
dari sinilah Gus Dur merumuskan konsep kosmopolitanisme Islam.
C. Kosmopolitanisme Islam
Dalam pandangan Gus Dur kosmopolitanisme
ini berarti menghilangkan batsan etnis dalam kuatnya pluralitas budaya,
heterogenitas politik dan kehidupan beragama yang ekletik selama berabad-abad.
Watak kosmopolitanisme dan universalisme ini digunakan Gus Dur untuk melakukan
pengembangan terhadap teologi Aswaja dalam menghadapi berbagai perubahan dan
tantangan masyarakat. Hal ini ditujukan agar Aswaja tidak menjadi doktrin yang
baku dan beku, tetapi menjadi doktrin yang dinamis. Oleh karrna itu pengenalan
Aswaja harus diperluas cakupannya meliputi dasar-dasar umum kehidupan
bermasyarakat.
Perlu diketahui bahwa kosmopolitanisme
dapat tercapai atau mencapai titik optimal apabila terjadi keseimbangan antara
kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berfikir semua warga
masyarakat termasuk yang non muslim.
Implikasi dari penanaman nilai-nilai
pemahaman kosmopolitanisme dalam pendidikan Islam itu sendiri sangatlah lua,
serta dampak dari kosmopolitanisme budaya ini akan memantulkan kehidupan
beragama yang ekletik. Kosmopolitanisme pada dasarnya memberi ruang penting
pada peran individu dalam membentuk komunitas. Mengingat dampak globalisasi
pada relasi-relasi sosial, kosmopolitanisme menegaskan bahwa perbedaan kultur
individu, kelompok dan bangsa, itu merupakan batu pijakan dalam membangun
tatanan komunitas global. Secara umum karena kosmopolitanisme
merupakan harapan ideal tentang warga dunia tanpa perbatasan. Pandangan lintas
kultural dalam Kosmopolitan ini memberi arti akan pentingnya dialog dalam
sebuah komunitas dengan landasan saling menghargai dan mengakui, sehingga dapat
tercipta kehidupan yang damai.