Jumat, 16 Desember 2016

pemikiran moderen dalam islam

MUHAMMAD IQBAL  (1877-1938)
Dinamisme dalam Islam
A.  Hidup dan Karya Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir 9 November 1877 M, di Sialkot, salah satu kota tertua bersejarah di perbatasan Punjab barat dan Kashmir. Ia berasal dari keluarga miskin, akan tetapi dengan bantuan beasiswa yang diperolehnya ia mendapat pendidikan yang lebih bagus. Nenek moyangnya berasal dari keturunan Brahmanan yang berasal dari Kashmir yang telah menganut agama islam kira-kira tiga abad sebelum Iqbal lahir. Ayahnya bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang salih. Sejak menginjak usia anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya.
Pendidikan Iqbal bermula di Scottish Mission School di Sialkot. Di sekolah inilah ia mendapat bimbingan secara intensif dari Mir Hassan, seorang guru dan sastrawan yang ahli tentang saastra Persia dan menguasai bahasa arab. Setelah lulus dari sekolahan ini, Iqbal melanjutkan studinya lagi ke Lahore di Govern-ment College yang diasuh oleh Sir Thomas Arnold. Pada tahun 1899 mendapat gelar MA dengan konsentrasi di bidang tasawuf, yang kemudian ia diangkat langsung menjadi dosen bahasa arab di Oriental College, Lahore. Selepas dari Government College, ia atas saran Thomas Arnold meneruskan lagi ke Universitas Cambridge, London.
Bidang yang ia tekuni yaitu filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari Jamest Ward dan seorang Neo Hegellian yaitu JE.Mac Taggart. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich di Jerman, dan disinilah ia memperoleh gelar Ph.D.Ia bekerja sebagai pengacara, dosen filsafat, penceramah di beberapa Universitas kemudian masuk di bidang politik 1930 dan menjadi Presiden Liga Muslim. Muhammad Iqbal adalah penyair dan filosof. Pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam yang mempengaruhi pada gerakan pembaharuan dalam Islam. Faham dinamisme Islam yang ditonjolkan oleh Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India.Beliau wafat pada tahun 1938 dengan usia 62 th akibat penyakit tenggorokan yang misterius.


B.  Kerangka Pemikiran Dinamisme Islam Muhammad Iqbal
Dalam pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat bahwa Dunia baratlah yang harus dijadikan model utama dalam pemikiran islam, karena dunia barat menganut kapitalisme dan imperealisme yang penilaiannya banyak dipengaruhi oleh materialisme dan mulai meninggalkan agama.Menurut Iqbal hukum dalam Islam sebenarnya tidak bersifat statis tetapi berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu Ijtihat tidak pernah dan tidak akan tertutup.
Selanjutnya, kemunduran Islam menurut Iqbal disebabkan adanya otoritas perundang-undangan yang secara totalitas yang melumpuhkan perkembangan pribadi dan menyebabkan hukum Islam praktis tidak bisa bergerak sama sekali. Menurutnya, meskipun semua orang sunni menerima ijtihad sebagai alat perubahan dan kemajuan, namun dalam prakteknya prinsip tersebut dipagari dengan banyaknya persyaratan yang terlalu berat. Sehingga dikit sekali mereka yang dapat melakukannya.
Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini adalah Dinamis. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan, dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran sendiri bahwa kita ini harus bangkit dari keterpurukan. Konsep sendiri inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal. Didalam diri terdiri tiga sumber lagi yaitu serapaan inderawi, rasio, dan instuisi. Ketiga sumber terakhir ini sekaligus sebagai penimba dan pengolahan bahan baku pengetahuan agar seseorang menjadi tahu.
Pemikiran Iqbal mengenai Negara misalnya, ia mengisyaratkan bahwa Negara Islam merupakan suatu masyarakat yang keanggotaannya berdasarkan keyakinan agama yang sama, dan bertujuan untuk merealisasikan suatu kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Dengan konsep seperti ini, ia menolak gagasan nasionalisme wilayah yang dianggapnya bertentangan dengan persaudaraan secara universal sebagaimana yang ditegakkan Rasulullah SAW.
C.  Tujuan dan Karakteristik Dinamisme Islam Muhammad Iqbal
Setelah mengetahui secara teori pemikiran Iqbal mengenai dinamisme Islam maka dapat diambil pengertian bahwa beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pemikiran dinamisme islam adalah:
1.    Pengungkapan bebrapa prinsip-prinsip Islam
2.    Mengubah pola pemikiran manusia dari statis ke arah dinamis
3.    Mengubah pemikiran umat islam agar sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan falsafah modern
4.    Mengubah pemikiran agar mau membuka pintu ijtihad
5.    Mengubah pemikiran agar mau untuk membuka pintu Ijtihad, karena menurutnya pintu ijtihad tidak pernah akan tertutup.
Jadi Iqbal dengan gerakan reformasi pemikiran keagamaan dalam islam itu, menginginkan kembalinya kejayaan bagi umat islam. Pemahaman yang benar tentang islam, menurut Iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata bukan suatu yang keji tetapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas.
Beberapa karakter atau cara berfikir dinamis adalah sebagai berikut :
1.    Memilih fenomena berpikir yang kompleks
2.    Mempunyai psikodinamika yang kompleks dan mempunyai skop pribadi yang luas.
3.    Dalam judgement-nya lebih mandiri
4.    Dominan dan lebih besar pertahanan diri
5.    Menolak superssion sebhagai komunisme kontrol

MUHAMMAD ABDUH (1849-1905)
Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan Islam
Kondisi dunia lslam pada saat kelahiran dan besarnya Muhammad Abduh sangat memprihatinkan. Sebagian besar masyarakat islam pada masa itu melakukan taqlid dan mengekor saja pada para ulama sehingga bisa dibilang Abduh hidup pada masa kejumudan. Dengan kondisi seperti itu membuat Muhammad Abduh  bergerak untuk melakukan Ijtihad. Kejumudan umat islam akan terselesaikan jika pendidikannya dibenahi terlebih dahulu.
Modernisasi dalam pendidikan adalahagian terpenting dari modernisasi sosial, ekonomi dan politik. Hal tersebut bermkna bahwa untuk membangun danmembina masyarakat modern, maka pendidikan adalah bagian yang sangat penting sebagai media transformasi nilai dan budaya maupun pengetahuan.
A.  Hidup dan Karya Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M (1265 H) di desa Mahallah Nasr, suatu perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di provinsi Gharbiyah, tetai ada yang mengatakan bahwa dia lahir sebelum tahun itu, disekitar tahun 1845 M. Ayahnya bernama Abduh ibnu Hasan Khairillah, mempunyai  silsilah keturunan dengn bangsa Turki dan ibunya Junainah bin Utsman Al Kabir, mempunyai keturunan dengan Umar bin Khattab.
Orang tuanya sangat memperhatikan terhadap pendidikan Muhammad Abduh. Ayahnya bahkan mendatangkan seorang guru untuk mengajar Muhammad Abduh secara privat dirumahnya untuk memberi pelajaran membaca dan menulis saat usia 10 tahun (1859 M). Kemudian masa-masa hidupnya ia dedikasikan untuk belajar pada pamannya, Syekh Darwis Khadr di Tanta dan Al Azhar. Pada tahun 1877 M studinya selesai di Al Azhar dengan hasil yang sangat baik dan mendapat gelar alim dan kelulusannya mendapat gelar Darajah Al Tsani (amat baik). Kemudian dia diangkat menjadi dosen ilmu kalam dan logika di Al Azhar. Selain itu, dia mengajar ilmu kalam, sejarah, ilmu politik dan kesusateraan Arab di Universitas Darul Ulum.
Karya-karya Muhammad Abduh yang terkenal adalah Risalah at-Tauhid, Nahj Al Balaghah, The Theology of Unity, Tafsir Juz ‘Amma, dan karya monumentalnya, Tafsir Al Mannar.
B.  Ijtihad
Umat islam mengalami kejumudan (membeku, statis, berpegang teguh pada adat) tidak mengehendaki perubahan dan tidak mau menerima perubahan ini yang menyebabkan Muhammad Abduh menyerukan Anti Taqlid. Sikap ini pada gilirannya akan melahirkan sikap antisipasi terhadap perkembangan sains modern.
Dalam hal berijtihad Muhammad Abduh menekankan hanya bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kekuatan intelektual yang boleh melakukan ijtihad, orang awam hendaknya mengikuti ulama yang mereka percaya dan mengikuti ulama salaf. Abduh mengajak untuk membuka kembali pintu ijtihad, bahwa agama dan ilmu tidak ada pertentangan. Al-Qur’an bukan hanya sesuai dengan ilmu pengetahuan tetapi juga mendorong untuk mengembangkannya. Menurut Abduh, kita harus menggunakan akal afar tidak taqlid, taqlid biasanya dipakai dalam ilmu fikih berkaitan dengan orang yang tidak mengetahui langsung dalil-dalil agama lalu mereka mengikuti saja praktek keberagamaannya pada orang-orang yang patut diteladani. Taqlid sendiri tidak boleh dilakukan dalam bidang aqidah karena aqidah merupakan kepercayaan batin terdalam yang berfungsi sebagai fondasi dalam beragama.
Aqidah menempatkan akal pada posisi yang istimewa, hubungannya dengan aqidah dan syari’at, akal dapat sampai pada pengetahuan bahwa Tuhan itu ada (Maujud) bukti-buktinya adalah eksistensi alam raya ini. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, manfaat maupun yang mudhlarat. Meskipun keberadaan akal sangat luhur dan dapat mengetahui beberapa hal, tetap membutuhkan sesuatu selainnya sebagai sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu itu adalah wahyu yang datang dari Tuhan. Jadi wahyu turun untuk menyempurnakan akal. Menurut Abduh manusia berbuat atas kemauannya sendiri namun daya, kemauan dan pengetahuan yang ada pada manusia tidaklah sempurna. Artinya bahwa dalam menjalani hidup, kemauan bebas manusia itu tidak mungkin berjalan sepenuhnya sesuai dengan apa yang diinginkan, sebab ialah karena berbagai faktor yang berada diluar jangkauan kekuasaannya. Kemampuan manusia dibatasi oleh kelemahan, maka berbuat bebas disini masih terikat oleh nilai ketuhananan, bukan sebebas-bebasnya.


C.  Pendidikan
Abduh adalah seorang yang peduli sekali dengan dunia pendidikan. Menurut Muhammad Abduh bahasa arab perlu dihidupkan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini kaitannya dengan metode pendidikan. Para peserta didik, menurut Abduh tidak perlu menghabiskan waktu untuk membahas gramatika bahasa yang rumit dan langsung saja membahas makna serta analisis yang mendalam dari teks pelajaran yang dikaji.
Sawito dalam bukunya yang berjudul Sejarah Sosial Pendidikan Islam, mengatakan bahwa bagi Muhammad Abduh, yang harus diperjuangkan dalam satu system pendidikan adalah pendidikan yang fungsional, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semuanya harus mempunyai dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan pendidikan agama.
Dalam pendidkan Abduh, siswa sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syari’at, militer, kedokteran, atau ingin bekerja pada pemerintah, kurikulumnya meliputi pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran, teks tentang dalil rasional, serta teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran islam. Latar belakang lahirnya ide-ide pendidikan Muhammad Abduh disebabkan oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat itu. Karena Muhammad Abduh beranggapan bahwa kejumudan pemikiran telah merasuki berbagai bidang kehidupan seperti bahasa, syari’ah, akidah dan sistem masyarakat.
Dalam bidang pendidikan formal Muhammad Abduh mengarahkan pemikirannya kepada empat hal, yaitu tujuan, kurikulum, metode pengajaran dan pemberian pendidikan pada wanita. Untuk mengimbangi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum dia memasukkan kurikulum ilmu-ilmu yang sebelumnya diabaikan seperti etika, sejarah, geografi, matematika, aljabar dan ilmu ukur walaupun banyak perlawanam pada kurikulum tersebut. Disinilah Abduh ingin menyampaikan tentang tujuan pendidikan yaitu pendidikan agama dan umum yang berorientasi pada pencapaian kebahagiaan melalui pendidikan jiwa dan kebahagiaan di dunia dengan pendidikan akal.
Muhammad Abduh merumuskan kurikulum pendidikan mulai dasar sampai atas, yaitu :
1.    Tingkat Sekolah Dasar
Membaca, menulis, berhitung samapi dengan tingkat tertentu, pelajaran agama dengan bahan-bahan akidah menurut versi Ahl al-Sunnah, serta fikih dan akhlak yang berkaitan hal dan hara, perbuatan-perbuatan bid’ah serta bahayanya dalam masyarakat, dan sejarah, mencakup sejarah Nabi dan para sahabat, akhlak mereka yang mulia, serta jasa mereka terhadap agama.
2.    Tingkat Menengah
Manthiq dan dasar penalaran, akidah yang dikemukakan dengan pembuktian akal dan dalil-dalil yang pasti, fikih dan akhlak, dan sejarah Islam yang menyangkut dengan sejarah Nabi, sahabat dan penaklukan-penaklukan yang terjadi dalam beberapa abad sampai pada penaklukan kerajaan Usmaniah.
3.    Tingkat Atas
Pelajaran agama ditingkat ini adalah untuk golongan mereka yang akan menjadi pendidik yang disebutnya sebagai golongan yang arif (Urafa’ al-ummat). Pelajaran yang diberikan mereka mencakup, tafsir, hadits, bahasa Arab dengan segala cabangnya ,akhlak dengan pembahasan yang terinci sebagai yang diuraikan al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, ushul fikih, sejarah yang termasuk di dalamnya sejarah Nabi dan sahabat yang diuraikan secara terinci. Sejarah peralihan penguasa-penguasa islam, sejarah kerajaan Usmaniah dan sejarah jatuhnya kerajaan islam ke tangan penguasa lain dengan menerangkan sebabnya, retorika dan dasar-dasar berdiskusi, dan ilmu kalam


ASGHAR ALI ENGINEER (1939-2013)
Theologi Pembebasan
Pada saat ini muncul lontaran pemikiran bahwa diperlukan metodologi dalam memahami dan memahmkan agama yaitu harus ada perimbangan terhadap sisi normativitas agama dengan tidak melupakan sisi historisitas agama.Cara pandang normativitas adalah pemahaman agama yang lebih berorietasi pada hubungan manusia dengan tuhan dan terfokus pada kajian teks dengan tidak mengedepankan sisi rasionalitas.Sedangkan historisitas adalah bagaimana memahami agama dan teks yang ada dengan melihat sisi historis yang melatar belakangi nya atau gelaja social kultural yang melingkupinya.
A.  Hidup dan Karya
Asghar Ali Engineer dilahirkan dalam lingkungan keluarga ulama Ortodoks Bohro pada tanggal 10 maret1939 di Sulumbar, Rajastan (dekat udaipur) India. Ayahnya Syeikh Qurban Husein adalah serang penganut  kuat paham syiah islmaiyah. Semenjak kecil, ia telah mendapatan pendidikan dari ayahnya mengenai bahasa arab, tafsir, hadits, dan fikih. Kemudian ia dikirim  kesekolah umu dan menyarankannya untuk belajar teknik atau kedokteran . namun ia lebih tertarik untuk belajar teknik sipil di fakultas teknik di Vikam University, Ujjain, India dan lulus mendapat gelar Doktor.
Setelah lulus dari fakultas teknik ia mengabdikan dirinya pada Bombay Municipal Corporation selama 20 tahun. Pada tahun 1977 The Central Board Of Bohro Community mengadakan conferensi pertamanya, dan saat itu ia terpilih sebagai sekretaris jenderal dengan suara bulat, dan posisi itu terusdijabatnya hingga sekarang. Asghar Ali mulai dikenal sebagai sarjana islam terkenal setelah menadapat gelar kehormatan D.Litt dari tempat kerja nya di Universitas Calcuta pada bulan Februari 1983.
B.  Theologi Pembebasan
Ali angineer lahir pada saat kondisi sosio politik di india tengah mengalami ketegangan antara hindu dan muslim dalam perebutan otorites politik. Hal tiu terjadi karena dua hal yang pertama munculnya kesadaran komunalisme pada masyarakat hindu dan muslim sebagai akibta keberhasilan kebijakan politik fregmentasi (kebijakan politik yang memperlkukan system pemilihan yang membagi india menjadi 2 komunitas hindu dan muslim. Yang kedua adanya kesalahpahaman antara hindu dan muslim dimana muslim mencemaskan bahwa pihak hindu sebagai kekuatan mayoritas akan merendahkan pihak muslim begitu sebaliknya hindu mengganggap bahwa muslim mencari kesempatan untuk meneguhkan kembali supremasi politik mereka.
Menurut asghar ali islam datang dengan membawa semangat pembebasan, akan tetapi sepeninggalnya nabi Muhammad islam seperti kehilangan elan vitalnya. Teologi islam yang awalnya dekat dengan keadilan social dan ekonomi mulai beralih kemasalah masalah eskatologi dan masalah yang bersifat duniawi. Dimulai pada zaman muawiyyah , teologi islam mulai bergulat dengan masalah kehendak bebas vis a vis ketundukan pada takdir.
Ashgar juga menilai islam yang dekat dengan penguasa ini kemudian kehilangan aspek pembebasan. Teologi islam hanya berbicara tentang keesaan tuhan, sifat sifat tuhan, ketidak munginan adanya tuhan selain Allah, tentang kehendak bebas dan takdir dan eskatologis. Teologi islam tidak lagi berbicara tentang bagaimana membantu fakir miskin, memelihara anak yatim, bersikap kritis tehadap kekuasaan, membebaskan budak dan orang tertindas dan tema tema pembebasan lainnya.
Islam adalah agama dalam pengertian teknisi dan social revolutif yang menjadi tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat ini didalam maupun diluar arab. Tujuan dasarnya adalah persaudaraan yang universal kesetaraan dan keadilan social. Al-Qur’an secara jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keesalehan.
Al-Qur’an juga memerintahkan kepada orangorang yang beriman untuk berjuang untuk membebaskan golongan masyarakat lemah dan tertindas.Allah memperingatkan orang orang yang memakan barang barang yang baik agar tidak berlebihan.Karena berlebihan dapat menimbulkan murka Allah SWT jika sebagian kecil orang kaya disuatu masyarakat mengkonsumsi barang secara berlebihan, sedangkan yang lainnya mengalami kekurangan. Maka Allah akan menimpakan bencana kepada masyarakat tersebut, seperti dalam Q.S.17:16. Karena itu orangorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya harus memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin.
Seseorang belumlah dikatakan memahami ajaran islam dan menangkap intinya, jika mengesamingkan konsep keadilan sosio ekonomi, persamaan jenis kelamin, ras dan kebebasan serta menghargai harkat dan martabat manusia. Gagasan teologi pembebasan Ali Asghar Engineer antara lain :
1.    Spirit pembebasan dalam islam
Teologi pembebasan dari nilai nilai islam. Berbeda dengan Gustavo Guiterez yang tinggal menuliskan apa yang baru saja terjadi, Asghar mencoba untuk merekontruksikan kembali apa yang terjadi terutama pada praksis pembebasan yang dilakukan nabi Muhammad 14 abad yang lalu.
2.    Pembebasan Dari Ketidaksetaraan Manusia
Pada zaman Nabi Muhammad dulu, masyarakat arab dikenal fanatic terhadap suku mereka. sikap fanatisme atau ashabiyah ini terkespresikan dengan memandang rendah orang diluar kelompoknya.dibelahan bumi lainnya, perbudakan adalah sesuatu yang lazim.
Al-Qur’an menegaskan bahwa sesungguhnya semua umat manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Tidak ada yang lebih mulia satu dari lainnya berdasarkan etnis, suku ataupun warna kulit.Kemuliaan itu hanya bisa dicapai lewat kualitas ketakwaan.
3.    Pembebasan Dari Ketidakadilan Jender
Nabi Muhammad merubah perlakuan masyarakat terhadap anak perempuan. Jika dulu nya masyarakat arabmempunyai tradisi menubur anak perempuannya dengan cara hidup hidup karena rasa malu, maka Nabi kemudian melarang tradisi itu sekaligus merubah stigma negative terhada perempuan.
Islam juga memberikan hak yang sama bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak untuk memimpin, hak untuk bekerja dan hak untuk terlibat aktif pada urusan public. Asghar mengkritik Negara Negara yang mengatsnamakan islam melakukan pengekangan hak hak perempuan.
4.    Pembebasan Ketidakadilan Ekonomi
Kata kunci keadilan adalah adl dan qist. Adl dalam bahasa arab mengandung arti sawiyyahatau persamaan /kesetaraan. Kata itu juga mengandung arti distribusi, jarak yang merata, kejujuran dan kewajaran.
Yang diinginkan oleh Al-Qur’an adalah pemerataan kekayaan.Islam melarang konsentrasi harta pada pihak pihak tertentu.Satu praktik ekonomi yang saat itusangat dikecam adalah praktik riba yang banyak diitafsirkan sebagai bunga. Menurut Asghar, riba adalah praktik eksploitasi ekonomi yang harus dipahami dalam konteks system ekonomii kapatalistik sekarang ini.
Hal yang mendasar yang dilakuan Angineer adalah berusaha memaknai kembali atau memberi makna baru padaislam untuk membebaskan manusia dari segalabentuk ketertindasan, kezaliman, dan kelatarbelakangan lewat teologi. Menurut Engineer,ciri utama dari teologi pembebasan adalah pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan secara serius problem bipolaritas spritiual material kehidupan manusia dengan menyusun kembali menjadi tatanan yang tidak eksploitatif, mengedapankan keadilan dan egaliter.


SEYYED HOSSEIN NASR (1933)
Alam Pemikiran Islam Tradisional dan Kritik atas Dunia Modern
Seyyed Hossein Nasr adalah salah seorang pemikir kontemporer Islam terkemuka di Amerika. Nasr merupakan pemikir Islam yang sangat penting untuk dilihat karena pertama, Nasr telah banyak memunculkan gagasan-gagasan keislaman yang telah mewarnai khazanah intelektual Islam. Kedua, pergumulan intelektualnya berskala internasional. Nasr adalah pemikir Islam kontemporer yang dianggap sebagai ilmuwan ahli keislaman paling terkemuka di Amerika. Ketiga, Nasr dikenal sebagai penulis yang produktif dan memilki minat serta menguasai keahlian yang beragam dalam ilmu pengetahuan.
Pengaruh pemikiran Nasr dapat dirasakan diberbagai negara Islam seperti di Malaysia, sebuah Akademi Sains Islam yang didirikan atas inspirasi karya-karya Nasr tentang sains Islam. Sedangkan di Indonesia pemikiran tersebut mulai diminati oleh beberapa kelompok studi, beberapa buku Nasr didiskusikan dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
A.  Hidup dan Karya
Seyyed Hossein Nasr adalah salah seorang pemikir kontemporer Islam terkemuka di Amerika. Beliau juga merupakan salah seorang filosof muslim terkemuka. Lahir pada tanggal 17 April 1922 di Teheran Iran. Beliau ini terhalir dari ahli bait terpelajar. Beliau ini mendapatkan pendidikan dasar tradisional di Iran, kemudian dia pindah ke Qum untuk mengkaji ilmu tasawuf, kalam, dan filsafat. Selanjutnya beliau menempuh pendidikan di Massachusetts Institute og Technology (MIT) dan Harvard University Amerika Serikat, dan selanjutnya beliau kembali ke Iran.
Pendidikan tradisional yang didapat oleh Nasr telah membawanya untuk melihat dunia Barat modern yang saat itu sangat menarik sekaligus mengancam. Ia memilih mempelajari sains dan terutama fisika, karena menurutnya sains akan memnuhi keinginannya untuk mengerti akan hakikat dari segala sesuatu yang dihadapinya. Pemikiran Nasr sangat kompleks dan multidimensi. Sebagian orang mungkin menggolongkan Seyyed Hossein Nasr sebagai tokoh neo-modernis mengingat kepeduliannya kepada konformitas Islam dengan dunia modern, apalagi ia meyakini bahwa Islam mampu menjawab tantangan spiritual dunia modern. Karakteristik lain yang dapat dilihat dari Nasr adalah karakternya sebagai cendekiawan muslim yang dibesarkan dalam tradisi Islam “tradisional” dan “Barat modern”. Seperti pengakuannya bahwa ia hidup dalam tension yang berlanjut.
Pemikirannya yang multidimensional membuat karya-karya yang diproduksi oleh Nasr juga sangat beragam. Puluhan buku, artikel, dan ensiklopedia berhasil diterbitkan atas namanya. Antara lain yaitu, Three Muslim Sages: Ibn-Sina, Suhwardi, dan Ibn-Arabi (1961-19620), Science and Civillization in Islam (1968), Ideals and Reallity of Islam (1964-1965), Man and Nature (1968), dll.
B.  Tradisionalisme
Tradisi mirip dengan sebuah pohon akar-akarnya tertanam melalui wahyu didalam sifat illahi dan darinya tumbuh batang dan cabang-cabang sepanjang zaman. Dijantung pohon tradisi itu berdiam agama, dan saripatinya terdiri dari barakah yang karena bersumber dari wahyu memungkinkan pohon tersebut terus hidup. Tradisi menyiratkan kebernaran yang kudus, yang langgeng, yang tetap, kebijaksanaan yang abadi, serta penerapan bersinambung prinsip-prinsip yang langgeng terhadap berbagai situasi ruang dan waktu.
Para tradisionalis bersikeras untuk mengukuhkan pertentangan antara tradisi dengan modernitas itu karena sifat modernitas itu sendiri telah menimbulkan citra yang sama dibidang religius dan metafisika yaitu menampakan yang setengah benar sebagai kebenaran. Islam tradisionalis memandang manusia bukan sebagai makhluk yang terpenjara oleh akal. Signifikasi Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran sikapnya terhadap fase Islam.
C.  Kritik terhadap Modernitas
Peradaban Barat telah menimbulkan multi krisis, baik krisis moral, spiritual, dan krisis kebudayaan yang dimungkinkan lebih disebabkan corak peradaban modern insdustrial yang dipercepat oleh globalisasi yang merupakan rangkaian dari kemajuan Barat pasca renaisans yang membawa nilai-nilai antroposentrisme dan humanisme sekuler. Paham yang serba mendewakan manusia dan kehidupan dunia yang sifatknya temporal.
Satu hal yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern yang paling fatal ialah percobaan manusia untuk hidup dan menafikkan keberadaan Tuhan dan agama. Teologi yang dipahami dalam konteks Barat adalah hal yang utama bagi Kristen, berbeda dengan Islam yang menempatkan teologi tidak sepenting hukum Islam. Nasr berkeyakinan bahwa akal dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan apabila akal itu utuh dan sehat. Sebagai manusia yang telah dibimbing oleh agama, kita tidak seharusnya mencontoh apa yang menjadi sisi negatif dari modernisasi di dunia Barat meskipun peranan modern itu lahir dari sebuah keunggulan metodologi sains. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mengusahakan agar bagaimana iman, ilmu, dan teknologi senantiasa berjalan beriringan.
Manusia modern harus kembali diingatkan dan diarahkan kepada kesucian, Tuhan yang merupakan asal dan sekaligus pusat dari segala sesuatu dan kepadanyalah manusia kembali. Tentulah sudah merupakan suatu konsekuensi apabila manusia harus mengabdi kedapa Tuhan. Sebagian besar orang Barat telah menyadari bahwa ada penyakit dalam peradaban mereka yang telah menghanguskan fitrah manusia, hanya saja mereka merupakan pribadi yang sebelumnya telah banyak diracuni penyakit, dan setelah itu mereka tidak tahu untuk mengobatinya. Obat itu sebenarnya ada pada diri kita sendiri, bukan ada pada orang diluar kita. Obat itu ada pada peradaban kita yang Ilahiyah, Insaniyah, dan Universal.
D.  Pembaharuan ke Arah Islam Tradisi
Meskipun Nasr adalah intelektual yang berpihak tradisi Nasr tetap menyerukan gerakan pembaharuan dalam Islam (tajdid). Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa tajdid yang artinya secara bahasa asalah “pembaruan, moderniasasi” disini diartikan sebagai upaya mengembalikan pemahaman agama kepada kondisi semula sebagaimana masa nabi. Namun ini bukan berarti hukum agama harus kembali seperti pada masa nabi, melainkan melahirkan keputusan hukum syar’i dengan membersihkan dari unsur-unsur bid’ah, khurafat dan pikiran-pikiran asing.
Menurut Nasr kalau Islam mau maju harus kembali tradisional. Semangat pembaharuan (tajdid) ini merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula yang sekarang ini sudah terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler, dan meninggalkan nilai-nilai Ilahiah dan insaniah. Pembaruan yang dilakukan oleh Nasr adalah mengembalikan manusia pada asalnya sebagaimana telah dilakukan manusia dalam perjanjian suci dengan Tuhannya. Nasr berpendapat bahwa pembaruan tidak bisa hanya dilakukan dari sisi materi saja, akan tetapi juga yang paling dasar adalah melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri, untuk kemudian ia melakukan pembaruan terhadap realitas yang ada disekitarnya.
Nasr telah berhasil menciptakan batasan-batasan antara Islam dan Barat, tradisi dan modernisasi, dan dengan itu semua orang bisa memilih posisi dimana ia akan mengambil tempat.

MUSTAFA KEMAL ATATURK (1881-1938)
Sekularisme di Turki
Tokoh utama gerakan nasionalisme Turki adalah Mustafa Kemal Ataturk. Ia bukan sartu-satunya pemikir yang melahirkan ideology nasionalisme Turki. Kemal Ataturk sendiri mendapatkan inspirasi dari para tokoh sebelumnya yang merupakan inspirasi dari para tokoh sebelumnya yang merupakan prosuk dari kebijakan reorganisasi yang reorganisasi yang di rancang oleh Sultan Mahmud II.
A.  Biografi Singkat
Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1934, lahir di Salomika, suatu kota yang kini menjadi salah satu kota besar di Yunani pada tahun 1881 dan meninggal duni pada tahun 1938 di Istambul. Ia berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Ali Reza dan ibunya bernama Zubaede Khanin. Dalam usianya ke 14 tahun ia tamat sekolah dan melanjutlkan nkesekolah latihan militer dan di sana ia mendapatkan pangkat sebagai kapten.
Ketika di Istambul, Mustafa Kemal dengan teman-temannya mendirikan perkumpulan rahasia yang menerbitkan surat kabar, tulisan-tulisan dan mendukung kritik terhadap pemerintahan sultan, kemudian ia di tangkap bersama teman-temannya dan di penjarakan berbulkan-bulan.
Di tahun 1907 ia di pindahkan ke Salomika di staf umum. Dan membentuk perkumpulan persatuan yang berpusat di ibu kota. Dalam perkumpulan di Salomika, Mustafa Kemal Ataturk mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara, yang skeduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Mustafa menyatakan agar Negara dan konstitusi dapat di pertahankan di perlukan tentara yang kuat di satu pihak dan partai yang kuat di pihak lain, tetapi tidak boleh di gabungkan.
Mustafa Kemal dan Ali Fethi akhirnya di buang ke Sofia, Ali Fethi sebagai duta dan Kemal sebagai atase militer. Disinilah kemal berkenalan dengan peradaban barat. Pada tahun 1920, ia telah mendirikan Nasional Assembly (Dewan Nasional) di Ankara. Selanjutnya Mustafda dan kawan-kawannya dari golongan nasionalis bergerak terus dan dengan perlahan-lahan dapat mengusai situasi, sehingga sekutu terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa defacto dan dejure di Turki pada tahun 1923.

B.  Sekularisme
Secara etimologi sekuralisme berasal dari kata saeculum (bahsa latin), mempunyai arti dengan dua konotasi waktu dan lokasi. Waktu menunjukan pada pengertian sekarang atau kini, dan waktu menunjukan kepada dunia atau duniawi. Sekularime juga memiliki arti fashuluddin anilhaya yaitu memisahkan peran agama dari kehidupan yang berarti agama hanya mengurus hubungan antara individu dan penciptanya. Maka secara bahasa bisa di artikan sebagai faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini dan di dunia ini saja.
Sekularisme pertama kali di temukan oleh George Jakop Holyoke pada tahun 1864. Holyoke menggunakan istilah ini dalam arti sebagai filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural. Secara terminologis Holyoke memaknai sekularisme sebagai paham pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari Negara dan politik.
Sekularisme menjadi sebuah paham kenegaraan yang begitu kuat setelah masa Aufklarung yang juga kita kenal sebagai zaman pencerahan pada kaisar abad ke 17 M.
Terdapat tiga pola sekularime pemisahan pemerintaan yaitu :
1.    Pemisahan Revolusioner
2.    Pemisahan Konstitusional
3.    Tanpa Pemisahan
C.  Sekularime Mustafa Kemal
1.    Politik
Hal yang menojol pada revolusi Mustafa Kemal adalah bagaimana bentuk Negara yang di inginkan, bagi Mustafa kedaulatan harus berada di tangan rakyat. Hal ini tidak sejlan dengan fakta politik tradisional Turki yang memandang bahwa kedaulatan itu terletak di tangan Tuhan yang di jalankan oleh sultan atau khalifah. Ide Mustafa kemal di terima oleh Majelis Agung Nasional pada tahun 1920. Kemudian Mustafa mengusulkan agar jabatan sultan dengan kekuasaan temporal yang ada padanya di hapus saja untuk menghindari adanya dualism pada kekuasaan eksekutif.
Dalam konstitusi 1921 di tegaskan bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat, jadi bentuk Negara harus republik. Dan pada tahun 1923, Majlis Nasional Agung mengambil keputusan bahwa Negara adalah republik dan Mustafa adalah presidennya yang di pilih dan jabatan khalifah di pegang Abdul majid masih menimbulkan kekacauan teori dan praktek.Pada tanggal 3 mare3t 1924, di putuskan pengahpusan jabatan khalifah. Usaha Mustafa selanjutnya adalah memasukan prinsip sekularisme dalam konstitusipada tahun 1928. Pada tahun 1937 barulah repulik Turki menjadi Negara sekuler.
2.    Pendidikan dan kebudayaan
Pada tahun 1923, Mustafa atas nama pemerinta, memerintah untuk membangun suatu lembaga studi islam yang di beri tugas mengkaji filsafat islam dalam hubungannya dengan filsafat barat, kondisi praktis, ritual, ekonomi, penduduk muslim. Tujuan lain lembaga tersebut adalah untuk mendidik dan mencetak serta membentuk mujtahid modern, mampu menafsirkan al-qur’an, agar umat islam Turki memperluas wawasannya lewat pemahaman agama secara lebih terbuka dan rasional.
3.    Kemasyarakatan
Adanya kemajuan di bidang tersebut karena membawa perubahan dalam kehidupan bermasyarakat mereka yang berhasil memperoleh kesempatan memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul itu dan perubahan tersebut. Hal itu di pahami sebagai gejala mobilisasi pada masyarakat yang mulai berkembang. Mereka memperoleh kemajuan yang berarti mereka tidak cekatan akan tetap pada semula.


FAZLURRAHMAN (1919-1988)
Membuka Pintu Ijtihad
A.  Biografi
FazlurRahman lahir di Pakistan pada tahun 1919 yang tumbuh dan berkembang dalam latar belakang pendidikan tradisional hingga 39 tahun. Beliau berasal dari keluarga bermazhab Hanafi. Pendidikannya dimulai di madrasah yang dilanjutkan ke Departemen Ketimuran Universitas Punjab di bidang sastra Arab.Rahman mempunyai sikap kritis terhadap sistem pendidikan tradisional sehingga ia melanjutkan studike Universitas Oxford Inggris. Pada saat itu ia mulai mendapat kecaman dari ulama Pakistan yang memandang negative tentang Barat. Setelah mendapat gelar doktornya ia mampu menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, dan Arab. Setelah sempat mengajar di Burham University, Inggris ia menjabat sebagai Assosiate Professor of Philosophy dibidang Islamic di McGill University, Kanada.
Setelah kembali ke Pakistan, pada tahun 1962 ia diangkat menjadi Direktur pada Institute of Islamic Reasearch serta anggota Advisory Council of Islamic Ideology di tahun 1964. Lembaga tersebut bertujuan untuk menafsirkan Islam dalam term-term rasional dan ilmiah dalam menjawab tantangan kebutuhan masyarakat modern yang progresif.Sedangkan dewan penasehat untuk meninjauhukum yang sudan dan belum di tetapkan untuk menyelaraskannya dengan al-Qur’an danSunah. Kedua lembaga itu adalah untuk mengumpulkan bahan dalam mengajuka nundang-undang.Tugas itu berkaitan dengan menafsirkan Islam untuk menjawab tantangan masa itu, maka gagasan yang dikemukakan Rahman selalu mendapat serangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di Pakistan.Maka dari itu Rahman mengundurkan diri dan hijrah ke Chicago untuk menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam di Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago.Dan sepanjang karier intelektualnya, Rahman menghasilkan banyak buku, selain disertaidoktornya, dan tidak kurangdari 50 artikel dimuat di beberapa jurnal internasional.
B.  Neo-Modernisme
Fazlurrahman adalah seorang pembaru Islam yang tidak sepenuhnya menjadi kaum modernis,karena tetap kritis dengan pemikiran keagamaan modernis apalagi terhadap kalangan tradisionalis dan fundamentalis.Prinsip esensia ldari modernism adalah bentuk protes terhadap hak untuk mengkaji secara bebas sumber-sumber Islam dan menerapkan pemikiran modern dalam penafsirannya, tanpa menghiraukan kontruksi ajaran yang telah dirumuskan dan diwariskan oleh para ulama serta fuqaha terdahulu.Kemunculan gerakan neomodernisme telah modernis dan tradisionalis adalah koreksi atas gerakan sebelumnya untuk menjembatani antara arus modernism dan tradisionalisme.
Sikap modernis menentang pemikiran tradisionalis telah mengurangi inspirasi-inspirasi intelektual yang merupakan landasan pembentukan Islam historis, tetapi kaum tradisionalis juga terlalu apriori terhadap ide baru serta terlalu berorientasi pada masa lampau.Cir ipembeda neo modernism dan modernism klasika dalah pengkajian antara barat dan warisan kesejarahan yang mengembangkan metode tepat dan logis untuk mempelajari Al Qur’an agar mendapat petunjuknya.Metodologi ini digunakan untuk mengakomodi rseluruh kandungan Islam normative yang mereview, mengkritik, dan memperbarui Islam historis.Metodologi ini ada karena neo modernism memandang bahwa kegagalan dalam memahami Al Qur’an tidak hanya pada bidang hokum dan teologi, melainkan juga pada sufisme.Metodologi tafsir Rahman adalah meletakkan ayat Al Qur’an dalam suatu setting sosiologinya, yaitu di lingkungan Nabi bergerak dan bekerja, serta membuat distingsi antara tujuan atau ideal moral Al Qur’an dengan ketentuan legal spesifiknya yang telah dirintis di periode ini.
C.  Membuka Pintu Ijtihad
Secara formal pintu ijtihad tidak pernah tertutup oleh siapapun juga walaupun punya otoritas yang besar dalam islam, namun keadaan lambat laun akan melanda islam dimana seluruh kegiatan berfikir secara umumnya terhenti, misalnya di Pakistan. Tertutupnya pintu ijtihad akan menuimbulkan akibat negative, diantaranya :
a.    Berhentinya perkembangan fiqih dan membuat fiqih Islam menjadi statis
b.    Umat islam menjadi statis dan tidak kritis yang menjadikan kemunduran dan keterbelakangan umat islam
c.    Fokus perhatian umat islam berpindah dari Al Qur’an dan sunah menjadi ke fatwa imam madzhabnya dan pemikirannya yang dipandangnya sebagain ash-nashnya. Saat memahami nash AL Qur’an dan Sunah akan dimaksudkan untuk memperkuat madzhabnya.
Rahman mempunyai pemikiran yang berawal dari perubahan manusia yang di bandingkan dengan Al Qur’an dan Sunah yang sifatnya permanen tidak berubah.Sehingga ia mentransformasikan hokum islam dengan perubahan hokum islam pada tataran penetapan hokum dengan mempertahankan hokum hasil istinbath yang merupakanv isi alternative yang tidak konsekuen. Sedangkan visi yang konsekuen adalah reformasi hukum islam, yaitu perubahan hokum islam yang tidak hanya pada penetapan hokum tetapi juga perubahan hokum pada tataran pengambilan hukum. Sehingga diperlukan rekonstruksi metodologi hokum islam yang mencakup konseptualisasi dasar hokum islam dan operasionalisasi konsep tersebut dalam rumusan metodik.
Konsep ushul fiqh dalam literature kalsik adalah untuk merumuskan dalil hukums yar’i. Konsep hukum istinbat hadalah proses pemikiran induktif atas dalil syar’i. Sedangkan konsep pemikiran hokum adalah deduktif  yang menerapkan dalil syar’i terhadap kasus tertentu. Hal menarik dari pemikiran Rahman adalah dasar hokum menurutnya adalah prinsip moral Al-Qur’an yang mengandung implikasi konsep hokum islam sebagai semua hukum yang tidak bertentangan dengan prinsip moral AL-Qur’an. Sementara mayoritas berpendapat bahwa hokum islam adalah Al-Qur’an (kitab Allah), dan prinsip moral yang identic dengan konsep maslahat di pandang sebagi tujuan bukanlah dasar. Dalam hal ini konsep ushul fiqih berorientasi konservatif-tekstual sedangkan menurut pemikiran Rahman berorientasi progresif konstektual.
D.  Metodologi Double Movement
Metode penafsiran double movement ini memuat dua gerakan yaitu, pertama berangkat dari situasi sekarang menuju situasi masa Al Qur’an diturunkan dan gerakan kedua kembali lagi yaitu dari situasi masa Al Qur’an diturunkan menuju ke masa kini yang akan mengandaikan progressivitas pewahyuan. Gerakan pertama dalam proses atau metode penafsiran ada dua langkah, yaitu pertama saat seorang penafsir akan memecahkan masalah yang muncul sekarang, maka penafsir harus memahami arti atau makna satu ayat dengan mengkaji situasi atau masalah historis yang menunjukkan Al Qur’an itu jawabannya. Langkah kedua, menggeneralisasikan jawaban spesifik itu dan menyatakannya sebagai pernyataan yang memiliki tujuan moral-sosial umum, yang disaring dari ayat spesifik itu dalam gambaran latar belakang historis dan rationes logis.
Gerakan kedua, ajaran yang bersifat umum ditubuhkan (embodied) dalam konteks sosio historis yang konkret di masa sekarang.Inti pemikiran Rahman adalah merumuskan visi etika Al-Qur’an yang utuh sebagai prinsip umum dan kemudian menerapkan prinsip umum tersebut dalam kasus khusus yang muncul pada situasi sekarang.


MOHAMMED ARKOUN (1928-2010)
Nalar Islam
A.  Hidup dan Karya
Mohammad Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Taourito Mimoun, Kabilah sebelah timur Aljir, Aljazair, suatu daerah yang terletak di pegunungan Berber. Pada masa mudanya Arkoun menguasai tiga bahasa yaitu: bahasa Kabilia, bahasa Arab dan bahasa Perancis. Bahasa Kabilia merupakan wadah penyampaian sehimpunan tradisi dan nilai pengarah yang menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi yang sudah beribu-ribu tahun lamanya, dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Arab adalah alat pengungkapan dan pelestarian tradisi dalam dalam bidang keagamaan yang mengaitkan Aljazair dengan daerah dan bangsa lain di Afrika Utara dan Timur Tengah. Bahasa Perancis merupakan bahasa pemerintahan dan sarana pemasukan nilai dan tradisi ilmu Barat yang disampaikan melalui sekolahan-sekolahan Perancis yang didirikan oleh penguasa penjajah dalam jumlah yang relatif besar di daerah Kabilia.
Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir (1950-1954), sambil mengajar bahasa arab pada sebuah sekolah menengan atas di Al-Harach. Pada tahun (1954-1962) Arkoun melanjutkan stidi bahasa Arab dan sastra Arab di Universitas Sorbone, Paris. Pada tahun (1956-1959) memberi kuliah di Universitas Strasbourg. Pada tahun 1961 di angkat sebagai dosen di Universitas Sorbone sampai tahun 1969, pada tahun 1970-1972 mengajar di Universitas Lyon dan menjadi guru besar di Universitas Sorbone.
Perjalanan panjang hidupnya sebagai scholar Islam ditandai dengan terbitnya karya-karyanya sebagai penerbit pertama yang menggunakan bahasa Peracis.
B.  Kritik Nalar Islam
Studi sastra dan pemikiran Islam yang Arkoun tekuni baik melalui ceramah atau tulisan memiliki tujuan untuk memadukan antara unsure pemikiran Islam dan pemikiran Barat modern. Yang ingin dihargai dan dipertahankan dalam pemikiran Islam adalah semangat keagamaan dan tempat penting yang diduduki angan-angan sosial dalam masyarakat Muslim. Sedangkan aspek negatif pemikiran Islam yang hendak dilampaui yaitu kejumudan dan ketertutupan yang telah terjadi di dalamnya dan menghasilkan pelbagai penylewengan dalam bidang sosial dan politik.
Menurut Arkoun, umat Islam sebagian besar dapat dikatakan belum beranjak dari pembahasan teologis-dogmatis yang sifatnya kaku dan tidak dapat diperdebatkan lagi.[9] Istilahnya umat Islam masih terkungkung dan berpegang teguh dengan dogma-dogma agama yang sudah tidak diperkenankan untuk mengutak-atiknya, dengan alasan dogma tersebut dianggap mutlak kebenaranya. Hal demikian mengakibatkan pemikiran umat Islam menjadi stagna.  Untuk itu Arkoun menyarankan agar umat Islam bersedia melakukan pembahasan secara ilmiah dan terbuka dalam mempelajari dan mengungkapkan etika ajaran Al-Qur’an yang tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah.
Adapun dari pemikiran Barat modern, Arkoun ingin mengambil rasionalitas dan sikap kritisnya yang memungkinkan untuk memahami agama dengan cara yang lebih mendalam dan membongkar ketertutupan dan penylewengan. Melalui perpaduan tersebut, Arkoun ingin menciptakan suatu pemikiran Islam yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi Muslim di dunia modern, dan menjadi sarana emansipasi manusia.
Dalam melakukan “kritik nalar Islam” ini, Arkoun menggunakan metode kritik sejarah, Arkoun melihat perlunya metode kritik untuk membaca sejarah pemikiran Arab-Islam. Dengan historisme dimaksudkan untuk melihat seluruh fenomena sosial dan budaya melalui perspektif historis, bahwa masa lampau harus dilihat menurut strata historikalnya. Studinya atas teks-teks klasik adalah untuk mencari makna lain yang tersembunyi di balik teks-teks itu. Dengan kata lain, untuk menuju rekontruksi (konteks), harus ada dekontruksi (teks), dalam teks-teks ini Arkoun mengacu pada pandangan Francouis Furet. Arkoun menggunakan metode ini untuk diterapkanya terhadap al-Qur’an, yaitu bagaimana memahami Al-Qur’an secara kritis dan mendalam dari pelbagai segi.
C.  Dekontruksi
Dekontruksi adalah suatu kritik dari dalam sebagai upaya mengungkap aneka ragam atau sebelumnya tidak Nampak dan tidak dikatakan dalam teks. Teori dekonstruksi dalam pemikiran Arkoun diadopsi dari Jacques Derrida, seorang filosof postmodern Perancis. Menurut teori dekonstruksi, teks (termasuk teks agama) merupakan simbol yang tidak mengandung makna utuh tapi menjadi area pergaulatan yang terbuka.
Arkoun yang menggunakan dekonstruksi Derrida itu tidak sepakat dengan konsep oposisi binner. Ia membongkar konsep tersebut, alasannya yang pertama subjek dianggap superior sedangkan yang kedua objek hanya representasi palsu dari kebenaran atau sesuatu. Dekonstruksi pertama-tama dialamatkan kepada konsep wahyu yang berlanjut kepada fenomena tradisi Islam dan konsep-konsep lain yang berkaitan dengannya.tradisi dan metodologinya bagi Arkoun adalah produk imajiner sosial.
D.  Kritik Historis-Antropologis
Konsep historitas, Arkoun mengatakan bahwa pendekatan historitas, sekalipun berasal dari Barat, namun tidak hanya sesuai untuk warisan budaya barat saja. Pendekatan tersebut dapat diterapkan pada semua sejarah umat manusia dan bahkan tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Strategi terbaik untuk memahami historisitas keberadaan umat manusia ialah dengan melepaskan pengaruh ideologis. Jika strategi ini digunakan, maka umat Islam bukan saja memahami secara lebih jelas masa lalu dan keadaan mereka saat ini untuk kesuksesan mereka di masa yang akan datang, namun juga akan menyumbang kepada ilmu pengetahuan modern.
Mohammed Arkoun adalah orang yang secara tuntas mencoba menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeunitika dari Paul Ricour, dengan meperkenalkan tiga level tingkatan wahyu :
1.    Wahyu sebagai firman Allah yang tak terbatas dan tidak diketahui oleh manusia, yaitu wahyu Al-Lauh Mahfudz dan Umm Al-Kitab.
2.    Wahyu yabg nampak dalam proses sejarah. Berkenaan dengan Al-Qur’an, hal ini menunjuk pada realitas firman Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih dua puluh tahun.
3.    Wahyu sebagaimana tertulis dalam Mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk pada Mushaf Al-usmani yang dipakai orang –orang Islam hingga hari ini.
4.    Mohammmed Arkoun membedakan antara periode pertama dan periode kedua. Menurut Arkoun, dalam periode dikursus kenabian, Al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk tertulis. Sebabnya Al-Qur’an terbuka untuk semua arti ketika dalam bentuk tulisan telah berkurang dari kitab yang diwahyukan menjadi sebuah buku biasa. Arkoun berpendapat bahwa mushaf itu tidak layak untuk mendapatkan status kesucian. Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah status sebagai firman Tuhan. Dua konsep pemikiran Mohammed Arkoun yang liberal di atas yaitu dekonstruksi dan historitas telah membuat paradigma baru tentang hakikat teks Al-Qur’an. Pendekatan historitas Mohammed Arkoun justru menggriringnya untuk menyimpulkan sesuatu yang historis, yaitu kebenaran wahyu hanya ada pada level diluar jangkauan manusia. Mohammed Arkoun mengakui kebenaran Umm Al-Kitab, hanya ada pada Tuhan sendiri. Ia juga mengakui kebenaran dan kredibilitas bentuk lisan Al-Qur’an, tetapi bentuk tersebut sudah hilang selama-lamanya dan tidak mungkin ditemukan kembali.


MUKTI ALI (1923-2004)
Metode Memahami Agama
A.  Pengantar
Di awal tahun 1970an banyak orang yang memiliki keraguan dan tanda tanya yang muncul mengenai penelitian agama. Hal ini diperkuat dengan munculnya pertanyaan besar apakah agama (khususnya Islam) mampu diteliti secara empiris. Pertanyaan besar ini  sebagian besar muncul berdasarkan orang – orang yang menggunakan positivisme sebagai landasan berfikir.  Namun ditahun 1970-an pula Mukti Ali yang kini kita kenal sebagai founding fathers of religion comparatives study telah mengenalkan bahwa agama kini telah mapan dan mampu diteliti secara ilmiah.
Saat awal pembentukannya, di awal 1960an memasuki tahun 1970an menurut Mukti Ali, keadaan ilmu agama khususnya ilmu agama Islam di Indonesia sangatlah lemah. Hal ini diakibatkan beberapa faktor yaitu:
a.    Kurangnya bacaan ilmiah
b.    Kurangnya aktivitas dan kegiatan penelitian secara ilmiah
c.    Kurangnya diskusi akademis serta
d.   Masih rendahnya penguasaan terhadap bahasa asing.
B.  Dasar Pemikiran Mukti Ali
Dasar Pemikiran Mukti Ali lebih cenderung toleran dan liberal merupakan hasil dari pemikiran barat yang dijadikannya landasan berfikir. Banyak masalah yang timbul di suatu negara yang disebabkan oleh adanya kemajemukan ini. solusi yang dibutuhkan oleh bangsa ini ialah sikap saling toleransi demi memelihara kerukunan. Era Orde Baru merupakan tahap pijakan bagi pembangunan Bangsa Indonesia. Dalam rangka pembangunan tersebut tentunya banyak sekali tantangan yang dihadapi. Salah satunya kerukunan beragama. Kerukunan beragama merupakan isu penting yang sulit ditanggulangi dan bersifat sensitif.
Sebagai pejabat yang menduduki kursi kementerian, Mukti Ali mampu mengimplementasikan pemikiran – pemikirannya mengenai banyaknya persoalan agama yang terjadi pada saat itu. Dalam posisinya sebagai Menteri Agama di Era Orde Baru, dirinya mendapat amanat dari Presiden Soeharto agar mampu merangkul masyarakat dari seluruh lapisan komunitas beragama Indonesia untuk mensukseskan pembangunan saat itu. Bersamaan dengan itu kebijakan untuk membangkitkan pembangunan melalui kehidupan beragama diperbaiki dengan menumbuhkan keharmonisan hubungan antar umat beragama.
C.  Metode Studi Islam Mukti Ali
Metode menurut Koentjaraningrat adalah suatu hal yang terdapat dalam aspek keilmuan yang dilekatkan pada masalah sistem, dalam makna metode (Methodos) dapat dipahami sebagai sehubungan upaya ilmiah yang menyangkut masalah kerja yang digunakan untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai suatu upaya yang berkaitan dengan cara kerja sistematis yang bersifat ilmiah untuk mencapai pemahaman. Dalam mempelajari studi agama, Mukti Ali memiliki beberapa metode, diantaranya:
a.    Pendekatan sosio-historis
Pendekatan ini merupakan perpaduan antara aspek sosiologi dan sejarah yang melekat di dalam penggunaannya. Dalam hal ini, Mukti Ali melihat aspek sosial pada suatu masyarakat sangat penting untuk digunakan didalam pendekatan studi agama. Selain itu terdapat pula aspek historis yang menjadi bagian lain di dalam pendekatan ini. aspek historis digunakan Mukti Ali untuk melihat suatu fenomena berdasarkan sisi sejarahnya.
b.    Pendekatan Tipologi
Dalam memahami studi agama, Mukti Ali menawarkan pendektan tipologi ini yang tentunya dapat diterapkan dalam studi Islam yang didalamnya berisikan lima aspek dalam mengidentifikasinya, yaitu: aspek ketuhanan, aspek kitab suci, aspek kenabian, aspek kondisi kejayaan nabi, dan aspek orang-orang terkemuka.
c.    Pendekatan Scientific cum Doctrine
Dalam pendekatan ini, Mukti Ali ingin menerapkan metode ilmiah yang disatukan dengan doktrin atau ajaran – ajaran yang terkandung dalam suatu agama, khususnya dalam studi Islam. Dalam hal ini, Mukti Ali ingin mencoba menerapkan agar metode ilmiah dapat dijadikan alat untuk meneliti suatu agama.


HARUN NASUTION (1919-1998)
Islam Rasional
Pemikiran rasional berkembang pada zaman Klasik islam,sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M). Pemikiran Rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits. Kalau di Yunani berkembang pemikiran rasioanal yang sekular,  maka dalam islam klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis, pemikiran ulama sians dan pemikiran ulama filsafat.
Harun Nasution adalah seorang intelektual muslim yang sangat rasionalis,maka dari itu dia berusaha membawa umat islam indonesia ke arah rasionalitas yang terlalu didominasi oleh paham jabariyah(sangat tergantung pada takdir), dan kurang menghargai kapasitas akal(rasio) untuk melakukan ikhtiar dalam perubahan nasib.
A.  Hidup dan Karya
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar,Sumatra Utara, 23 September 1919. Ia merupakan putra keempat dari Abdul jabbar Ahmad, ulama dan pedagang, menjadi kadi dan penghulu di Pematang Siantar. Pendidikan harun di mulai  di sekolah belanda  HIS pada usia 7 tahun. Lalu belajar bahasa dan ilmu pengetahuan umun di Hollansch inlandceh School(HIS) lalu melanjutkan di Moderne Islamietische Kweek School (MIK) lalu melanjutkan ke Arab saudi dan mengenyam di pendidikan Al-Azhar Mesir Fakultas Ushuluddin lalu pindah ke Universitas Amerika di Kairo dan mendalami ilmu Pendidikan dan Ilmu sosial.
Dalam dunia politik belaiu mengawali karir sebagai pegawai di Departemen Dalam Negeri dan menjabat sekretarias kedubes Indonesia di Brussel setelah itu beliau mundur dan kembali ke Mesir di bawah bimbingan ulama fikih terkemuka di mesir Abu Zahrah. Pada tahun 1962 , Beliau melanjutkan studinya di Universitas McGill Kanada, dan disinilah Harun menemukan apa yang diinginkan. Harun mendapatkan gelar dengan disertainya berjudul “The rice of Ideology,The Movement for Its Creation and the Theory of the Masyumi” dan setelah itu mendapatkan gelar lagi Ph.D dengan berjudul “Posisi Akal dalam pemikiran Teologi Muhammad Abduh”.
Pada tahun 1953 ia kembali ke Indonesia dan bertugas di Departemen Luar Negeri bagian Timur Tengah. Pada tahun 1969 Harun Nasution menjadi Dosen IAIN dan IKIP jakarta , dan merangkap jabatan Rektor pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 11 tahun dan tahun 1973-1984.menjadi ketua Lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta, dan sejak tahun 1982-1997 menjabat sebagai Dekan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa karyanya dalam bentuk buku diantaranya adalah:
a.    Muhammad Abduh dan Teologi Rasional
Mu’tazilah.
Menyebutkan bahwa corak pemikiran Teologi yang dikembangakan Abduh, sangat oleh Teologi Mu’tazilah, Harun berpandangan pemikiran seperti ini harus dikembangkan di dunia Islam.
b.    Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution.
Buku ini membahas tentang permasalahan sosial dipandang dari sudut Islam Secara tidak langsung, juga membahas respon masyarakat kontempore dan perkembangan zaman.
c.    Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya
Menjelaskan bahwa islam itu begitu luwes serta mampu menjawab tantangan zaman dan islam tidak hanya dapat di pahami pada satu aspek.
d.   Teologi Islam, Aliran-Aliran sejarah Analisa
Membahas tentang pemikiran teologi yang pernah ada dan berkembang dalam Islam juga penjelasan berbagai  aspek teologi menurut aliran-aliran tersebut.
e.    Filsafat dan Mistisme dalam Islam
Membahas tentang tasawuf dan kronologis lahirnya dalam Islam.
B.  Islam Rasional
Akal  dalam bahasa Yunani berati nouns sedangkan dalam bahasa arab al-aql yang berati daya fikir, yang memakai otak sebagai alat untuk berfikir. Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional (650-1250 M) lalu kemudian pemikiran tradisional (1250-1800 M). Pemikiran tersebut dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana kedudukan akal seperti terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits.
Pemikiran rasional agamis dalam pendekatanya terhadap Islam diusahakan sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut(Al-Qur’an dan Hadits). Dalam ajaran Islam pemakaian akal memang tidaklah diberi kebebasan mutlak sehingga pemikir Islam tidak dapat melanggar garis-garis yang telah ditentukan Al-Qur’an serta Hadits.
1.    Pendekatan Rasional Harun Nasution
a.    Agama Rasional Landasan Pandangan Dunia dan Moral Islam.
Rasionalisme islam yang tergambar dalam Al-Qur’an dan Hadits mencangkup aspek ibadah dan muamalah, sebagai mana Abduh membagi ajaran islam menjadi ajaran dasar bukan dasar. Ajaran dasar mencangkup Al-Qur’an dan Hadits, yang kemudian di dalamnya mencangkup pengabdian terhadap Allah dan muamalah atau kemasyarakatan. Dan ajaran bukan dasar adalah ibadah yang merupakan latihan spiritual dan moral dalam usaha membina manusia agar berbudi luhur dan memiliki keseimbangan.
b.    Teologi Rasional Landasan Pembaharuan dan Pembangunan Umat.
Harun merujuk pada tradisi pemikiran teologi Mu’tazilah dan pemikir pembaharu lainya yang berfaham qadariyah. Menurut Harun teoloogi mu’tazilah mengadopsi faham Sunnatullah dengan ciri-ciri: 1) kedudukan akal yang tinggi. 2) kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan, 3) kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar(Al-Qur’an dan Hadits) yang sangat sedikit sekali jumlahnya, 4) percaya akan adanya Sunaatullah dan Kausalitas, 5) mengambil arti metamorfosis dari teks wahyu, 6) dinamika dalm bersikap dan berfikir.
c.    Masyarakat Rasional Landasan Aspirasi Sosial Politik dan Hubungan antar agama.
Tujuan politik isalm yakni membentuk negara berdasarkan Islam. Aspek politik sangat kental sekali dalam pembangunan umat. Dalam menciptakan stabilitas politik salah satu usahanya menjaga hubungan antar agama. Menurut Harun hal yang dapat di upayakan adalah membentuk lembaga agama yang tujuanya antara lain; 1) berusaha menyelesaikan problem sosial dalam masyarakat, 2) memberikan bimbingan keagamaan kepada msyarakat, 3) bersama memperkokoh kedudukan agama yang tealh mulai goyah dalm masyarakat modern.
d.   Budaya Rasional Landasan Perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
Besarnya peran pendidikan maka tak ayal salah satu wadah membentuk msayarakat yang rasional adalah dengan pendidikan. Dalam pendidikan dan pengajaranm, budaya tradisional seperti menitik beratkan pada hafalan diganti dengan sistem diskusi dan seminar yang memnungkinkan terjadinya dialog yang kemungkinan menumbuhkan sikap kritis dan terbuka terhadap beberapa pemikiran  yang diformulasikan oleh para pemikir dan intelektual islam baik klasik maupun kontemporer.


NURCHOLIS MADJID (1939-2005)
Islam Kontemporer Indonesia
Pada awal abad 20 disebagian kalangan intelektual muslim terpelajar timbul kesadaran untuk membawa ummat islam kepada tingkat kemajuan sebagaimanayang pernah dicapainya di abad klasik, dan sekaligus mampu mengahdapi tantangan di era modern.
Salah satu tokoh yang ingin membuat hal itu mungkin terjadi adalah nur cholis madjid beliau ini salah tokoh pembaharu yang terkenal dalam dunia islam, dan gagasan yang paling fenomenal dalam dirinya adalah pernyataan “islam yes, partai islam No”, pernyataan tersebut hingga kini masih banyak di perbincangkan orang. Gagasan tentang pembaharuan pesantren adalah merupakan bagian dari cita-cita modernisasinya.
A.  Hidup dan Karya
Prof. Dr. Nurcholish Madjid atau populer dipanggil Cak Nur lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, wafat 29 agustus 2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Pada sekitaran tahun 1967-1969 beliau menikah dengan Omi Komariah dan dikaruniai 2 anak yaitu Nadia dan Mikael. Dia adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi.
Nurcholis madjid pada masa mudanya banyak menghabiskan waktunya diPesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, selama 5 tahun sejak 1955 sampai 1960,  dan melanjutkan ke Pesantren Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur selama 5tahun pada 1960-1965, lalu melanjukan pendidikan di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 1965- 1998 dan mengambil progam studi Sastra Arab,  melanjutkan mengambil gelar doktorandus di tepat yang sama IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968- selesai. Beliau mendapat kesempatan melanjutkan The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang.
Pekerjaan Nurcholis Madjid adalah Peneliti, Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta pada 1978–1984, Peneliti Senior, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta pada 1984–2005, Guru Besar, Fakultas Pasca Sarjana, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1985–2005, dan Rektor, Universitas Paramadina, Jakarta, 1998–2005. Karir-karir yang pernah dicapainya adalah Anggota MPR-RI pada tahun 1987-1992 dan 1992–1997, Anggota Dewan Pers Nasional pada 1990–1998, Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta pada tahun 1985–2005 beliau jugalah yang mendirikan paramadina pada tahun 1986, dan beliau jugalah yng menjadi ketua rector sampai akhir hayatnya. Menjadi Fellow, Eisenhower Fellowship, Philadelphia, Amerika Serikat pada 1990. Anggota Komnas HAM pada 1993-2005. Profesor Tamu, Universitas McGill, Montreal, Kanada pada 1991–1992. Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1990–1995. Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996. Salah satu Penerima Cultural Award ICM pada 1995, dan menjadi salah satu Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta 1998.
Karya-karya Nurcholis Madjid, antara lain: The issue of modernization among Muslim in Indonesia, a participant point of view dalam Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia Culture (Athens, Ohio, Ohio University, 1978), “Islam In Indonesia: Challenges and Opportunities” dalam Cyriac K. Pullabilly, Ed. Islam in Modern World (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982), “Islam Di Indonesia: Tantangan dan Peluang” dalam Cyriac K. Pullapilly, Edisi, Islam dalam Dunia Modern (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982), Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1982), Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987, 1988), dan lain-lain.
B.  Islam Kontemporer
Pemikiran Nurcholish Madjid dipetakan dalam konstruksi kesatuan gagasan tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Bentuk pemikiran Nurcholish Madjid adalah dialektika antara nilai universal dari sebuah ajaran Islam dengan nilai-nilai asli budaya Indonesia dan nilai-nilai kemodernan.
Pemikiran Cak Nur dalam upaya kontekstualisasi Islam dengan nilai keindonesiaan : mengenai terjemahan kalimat “Laa ilaaha illallah”. Pemikirannya mengenai masalah kemodernan : bahwa Islam tidak menentang isu-isu modernitas tetapi juga mendukung modernisasi. Pemikiran tentang modernisasi tidak lepas dari upaya menjinakkan atau mengadopsi nilai-nilai pada zaman modern seperti rasionalisasi, sekularisme, liberalisme, dengan ajaran Islam.
C.  Theologi
Konsep Kemaha-Esa-an Tuhan : kitab suci menjelaskan bahwa dalam setiap agama, Tuhan telah mengutus seseorang untuk menyampaikan ajaran ajaran-Nya yaitu mengenai penyembahan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa. Menurut Nurcholish Madjid terdapat persamaan pada ajaran yang dibawa Nabi yaitu sama-sama berasal dari Tuhan yang Maha Esa, dan terdapat perbedaan pula mengenai respon Nabi tentang tuntutan zaman dan tempatnya pada waktu itu.
Namun Nurcholish Madjid mengingatkan bahwa bukan berarti Islam memandang bahwa semua agama adalah sama, tetapi memberi pengakuan kebebasan menjalankan agama masing-masing. Mengenai misi agama yang dibebankan pada para penganut Nabi ialah harus diberlakukan dengan semangat saling menghormati, menghargai dan toleransi.
D.  Islam Agama Universal
Islam : persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah. Menurut Nurcholish Madjid Islam bersifat universal dan dan berlaku sepanjang waktu dan tempat. Namun kekuatan dari keagaaman tersebut tidaklah mutlak, dilihat dari seberapa kuat relevansinya dengan tuntutan zaman dan tempat. Menurut Nurcholish Madjid perlu adanya pembaharuan dengan tetap mempertahankan unsur-unsur positif dan membuang unsur-unsur negatif.
E.  Pluralisme
Sistem nilai plural adalah sebuah aturan Tuhan (sunnantullah) yang tidak mungkin berubah, diubah, dan diakhiri. Pluralisme menurut pandangan islam merupakan bagian dari doktrin al-Qur’an. Pluralisme dalam pandangan Isla memiliki dasar keagamaan yang kuat dalam kitab suci.
Yang menjadi dasar pemikiran nurcholis majid mengenai pluralisme ialah surat Al-Baqoroh ayat 148. Ia mengatakan bahwa setiap komunitas memiliki tujuan hidup masing-masing. Karena itu kita harus bisa bertoleransi antara satu dengan yang lain sehingga masing-masing individu bisa menjalani kehidupannya menurut keyakinan masing-masing.
Pluralisme tidak dapat hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beranekaragam, terdiri dari beberapa suku dan agama, itu hanya menggambarkan kesan pragmentasi. Itu hanya memberikan kesan bahwa kita terpecah tidak ada pengerian bahwa keanekaragaman harus dipandang dalam ikatan kewarganegaraan. Menurut nurcholis madjid bahwa semua agama yang ada, pada mulanya menganut pinsip yang sama yaitu keharusan manusia untuk berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka agama-agama itu, baik karena dinamika internalnya sendiri atau persinggunganya satu sama lain akan secara berangsur-angsur menemukan kebenaranya sendiri. Dan akan bertumpu pada satu titik , dala al-Quran dnamakan kalmah samawa.
Semua agama dalam esoteric disatukan dengan kebajikan universal, yang menjadkan semua agama sama-sama memilik pandangan dasar yang sama tentang realitas yang absolut. Nurcholish Madjid dalam pluralisme adalah  sikap beragama yang inklusif, yang disebut dengan Al-hafiyyah Al-sunnah. Sikap keagamaan seperti ini sangat dimungkinkan dpat menjadi jalan keluar problem pluralisme. Pluralisme yang memandang secara positif-optms terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat baik sebaik mungkin berdasarkan kenyatan itu.


ABDURRAHMAN WAHID (1940-2009)
Islam Kosmopolitan
A.  Hidup dan Karya
Indonesia  menduduki suatu peran yang cukup signifikan, Abdurrahman Wahid dilahirkan pada tanggal 7 september 1940 di Denanyar Jombang, salah satu kabupaten di Jawa Timur dan meninggal pada tanggall 30 Desember 2009. Gus Dur lahir dari keluarga pesantren yang kharismatik, ayah beliau KH. Abdul Wahid Hasyim adalah putera tokoh terkenal KH. Hasyim Asy’ari. Sedangkan ibunya Ny. Hj. Sholeha yang merupakan puteri KH. Bisri Syamsuri salah satu pendiri NU. Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal sebagai Gus Dur sering diangap orang nyleneh (aneh). Sosoknya sering berbeda pendapat dengan orang pada umumnya. Dia selalu membela orang-orang minoritas meski akibatnya ia sendiri mendapat hujatan dari orang banyak.
Sejak kecil membaca merupakan kegemarannya. Abdurrahman Wahid muda sudah membaca buku sekelas Das Capital karys dari Karl Marx, buku filsafat Plato, novel-novel William Boechner, bahkan buku What Is To Be Done karya komunis Vladimir Illyich Lenin. Mungkin karena kegemarannya dalam membaca buku-buku inilah yanng menjadikan ia bersifat pluralis dan multikultural. Sebagai seorang yang lahir dari keluarga kiai yang berpengaruh tentu ia tidak akan lepas dari dunia pesantren. Hgal yagn menarik ialah kegemarannya dalam membaca literatur-literatur barat, yang sangat tabu di dunia pesantren, bahkan dinilai kontroversial dengan keilmuan di pesantren.
B.  Corak Pemikiran Abdurrahman Wahid
Titik tolak pemikiran Gus Dur yaitu dengan mengkritik modernisme yang diuniversalkan dengan menggunakan pisau tradisionalisme Islam. gaya pemikirannya yang mempertahankan tradisi Islam pesantren terbukti dengan pemikirannya mengenai universalisme dan Kosmopolitan peradaban Islam. Dalam persoalan universalisme islam, beliau tidak merujuk pada Al Qur'an atau hadis seperti yang sering digunakan kelompok Islam modernis, tetapi merujuk pada teori dalam ushul Al fiqh yang disebut dharuriyat Al khamsah.
Kelima hal dasar itu adalah hifz ad Din yaitu tentang keselamatan keyakinan agama masing-masing,tanpa ada paksaan untuk berpindah agama. Kedua, hifz Al nafs yang dimaknai sebagai keharusan keselamatan fisik dari tindakan badani di luar ketentuan hukum. Ketiga hifz al aqli yaitu pemeliharaan atas kecerdasan akal. Keempat, hifz Al nasl yaitu keselamatan keluarga dan keturunan. Dan yang terakhir adalah hifz Al mal yaitu keselamatan hak milik, properti dan profesi dari gangguan dan penggusuran di luar prosedur hukum.
Dengan demikian, bagi Gus Dur universalisme islam itu tercermin dalam ajaran-ajarannya yang mempunyai kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dibuktikan dengan memberikan perlindungan pada masyarakat dari kezaliman dan kesewenang-wenangan. Atas makna yang demikian, konsep universalisme islam menjadi terbuka dengan berbagai kemungkinan perkembangan modern. Islam juga menjadi agama yang terbuka sehingga dari sinilah Gus Dur merumuskan konsep kosmopolitanisme Islam.
C.  Kosmopolitanisme Islam
Dalam pandangan Gus Dur kosmopolitanisme ini berarti menghilangkan batsan etnis dalam kuatnya pluralitas budaya, heterogenitas politik dan kehidupan beragama yang ekletik selama berabad-abad. Watak kosmopolitanisme dan universalisme ini digunakan Gus Dur untuk melakukan pengembangan terhadap teologi Aswaja dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan masyarakat. Hal ini ditujukan agar Aswaja tidak menjadi doktrin yang baku dan beku, tetapi menjadi doktrin yang dinamis. Oleh karrna itu pengenalan Aswaja harus diperluas cakupannya meliputi dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat.
Perlu diketahui bahwa kosmopolitanisme dapat tercapai atau mencapai titik optimal apabila terjadi keseimbangan antara kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berfikir semua warga masyarakat termasuk yang non muslim.
Implikasi dari penanaman nilai-nilai pemahaman kosmopolitanisme dalam pendidikan Islam itu sendiri sangatlah lua, serta dampak dari kosmopolitanisme budaya ini akan memantulkan kehidupan beragama yang ekletik. Kosmopolitanisme pada dasarnya memberi ruang penting pada peran individu dalam membentuk komunitas. Mengingat dampak globalisasi pada relasi-relasi sosial, kosmopolitanisme menegaskan bahwa perbedaan kultur individu, kelompok dan bangsa, itu merupakan batu pijakan dalam membangun tatanan komunitas global. Secara umum karena kosmopolitanisme merupakan harapan ideal tentang warga dunia tanpa perbatasan. Pandangan lintas kultural dalam Kosmopolitan ini memberi arti akan pentingnya dialog dalam sebuah komunitas dengan landasan saling menghargai dan mengakui, sehingga dapat tercipta kehidupan yang damai.